ora rumangsa, diuja, digelari klasa gumelar
Kilas balik ke judul jadul “nglungguhi klasa gumelar vs gumelaring karpet abang”. Kisah lawas yang selalu berulang. Date modified 2/5/2020 2:17 PM. Peribahasa, kiasan bahasa Jawa bergaya satire, sindiran. Tanpa keringat diri, tinggal mancik kursi dhuwur. Langsung nangkring. Tan saya dipatetèti tan saya nggrogoh rempela. Ngéthoké aseliné. Doyan ngentèk-entèké. Khazanah politik feodal bebas haluan vs haluan bebas.
Peringatan sejarah masa lalu yang seolah tidak pernah berlalu. Mempersiapkan. sejarah masa depan. Pelanggaran kode etik, kode perilaku, tata moral oleh pelaku sejarah, atas nama negara acap diperhalus jika menyangkut hak kuasa penguasa. Ingat jargon politik “rakyat punya keringat, pejabat punya martabat”.
Terlebih bagi anak bangsa putra-putri pribumi asli daerah nusantara yang nilai jual komersial di atas rata-rata kawanan anggota partai. Langsung dapat nomor kursi jadi. Tak perlu ikut sertifikasi dan atau pengkaderan pola jam-jaman. Zaman serba berkemajuan, tak perlu pakai keringat sendiri untuk cetak gol.
Mengatasanamakan derita dan keringat rakyat. Keseringan duka rakyat menjadikan hidup terasa ringan. Kedalaman nestapa rakyat kian mendalami makna kehidupan berbangsa dan bernegara. Seolah rakyat sudah tak berhak setetes pun untuk meneteskan air mata. Wajib peras keringat demi tanah air. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar