Halaman

Jumat, 04 Juni 2021

sanksi diri untuk mewujudkan jati diri

sanksi diri untuk mewujudkan jati diri

 Jika disimak dengan seksama, manusia tidak bisa bebas dari kejadian apa saja. Walau bukan selaku pelaku utama, malah menjadi biang segala biang. Posisi sebagai sumber atau sebaliknya, menjadi obyek tepat sasaran. Barangsiapa, siapa saja ternyata berada di tempat yang tidak semestinya dan atau pada waktu yang bukan waktunya.  Siap-siap berperkara. Minimal menjadi saksi mata yang diperhitungkan.

 Bukan bahasa hukum namanya, jika tidak panjang kalimat. Berulang, bolak-balik, penuh kiasan sarat makna simbolis. Kalimat dengan rangkaian anak cucu kalimat, tata kata semaksud, membentuk satu alinea utuh, bulat. Ditafsirkan sebagai satu kesatuan.

 Masalah olah kata ini bukan soal, masalah salah duduk. Tetapi bagaimana mengelola diri ini agar tidak terkena kasus: salah posisi, salah tempat, salah duduk. Pokoknya, delik yang sifatnya statis, otomatis atau manusiawi.

 Mengacu apa itu “konsep diri”. Tetap di strata diri-pribadi, kedirian, ego centris alias ‘aku banget’. Tampilan alami berkat daya dorong internal berkemanusiaan. Gawan bayèn dan tempaan hidup. Bukan sekedar tahu “siapa aku”. Menanjak ke status ingin tahu “apa salahku”. Mawas diri plus hisab diri. Tahu diri bahwa diri ini memang “salah diri”. Terapkan aneka jurus “bela diri” kian menguak, menyibak fakta. 

Pasca taubat diri dan berefek jera, kapok tenan. Lanjut ke makna judul. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar