Halaman

Kamis, 24 Juni 2021

biaya politik subversi nusantara, jual kursi beli kursi

biaya politik subversi nusantara, jual kursi beli kursi

Sepertinya terinspirasi peribahasa “gali lubang tutup lubang”. Di tangan pendengung, pendengki bisa dikembangkan ke perihal bernegara. Kebablasan penafsiran atau si pemberi order memberi bebas mau bilang apa saja. Pokoknya menohok. Melebihi olok-olok politik yang sudah basi, kehabisan jurus nista diri. Kembali ke berbahasa gaya lama.

 Pihak yang terpancing, langsung memperbaiki posisi pantat. Jangan sampai diperhitungkan atau menjadi sasaran pendongkelan sebelum panen. Lupa dengan barter politik. Janji politik kampanye boleh dilupakan. Prestasi politik anak bangsa pribumi nusantara berketurunan kian membubung tinggi. Sirna diterpa sinar matahari pagi. Ganti babak mimpi di siang bolong secara kolektif kolégial. Juru tagih sigap main sita aset bangsa milik negara. 

Modus politik “di atas kursi masih ada kursi”, bukan jabatan rangkap. Tapi satu jabatan banyak orang. Satu kursi dinikmati aneka pantat. Logika politik, mencari sebelas orang untuk menjadi timnas. Sejak awal dipraktikkan, selalu saja dalih ngelèsnya. Banyak pihak yang layak dijadikan kambing hitam. Terbanyak adalah pihak yang merasa berjasa, punya andil, setor saham. Pegang peran kendali sentral. Ingat jargon lawak Srimulat: “untung ada aku”. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar