wawasan kebangsaan vs waswas bernegara
Penataran kewaspadaan nasional, bersertifikat, ternyata untuk mewaspadai kejadian alih zaman ganti kepemimpinan nasional. Rumusan politik membuktikan jika legitimasi dicapai dengan cara legal konstitusional dengan melegalkan aneka modus operandi, manipulasi, rekayasa pesta demokrasi. Atau bentukan praktek politik di bawah sadar, di bawah kendali, di bawah tekanan. Membuat pihak “terpilih” merasa tidak nyaman pantat.
Seperti satu gedung sekolah dipakai oleh dua kepentingan. Pagi untuk sekolah masuk pagi. Sisa waktu untuk sekolah siang atau pendidikan lain. Bahkan beda jenjang. Macam ibukota negara, Gubernur siang beda kelompok kepentingan dengan gubernur malam. Saling menunjang karier, prestise politik. Sebutan BMKG (banjir, macet, kebakaran, gusur) menjadi karakter fisik. Jalan layang, rumah susun, makam tingkat dan selanjutnya, bukti berkenormalan hidup masyarakat siang lebih padat katimbang penghuni malam.
Konflik internal penyelenggara
negara sudah melebihi batas sabar norma berpolitik nusantara. Sesama pengguna
kata nista diri, kalimat hujat vs kalimat jilat, sudah kehabisan akal sehat
sejak dini. Berbaur menjadi satu dengan mengkorbankan pihak tertentu secara
massal, kolosal. Terpapar paparan zona merah, membuat anomali politik mengalami
pemadatan, pemapatan, perapatan sesuai dalil bagi-bagi kursi. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar