Halaman

Jumat, 30 November 2018

tindak tanduk bukan tanduk tunduk


tindak tanduk bukan tanduk tunduk

Yang kumaksud dalam cerita ini, memang tanpa maksud. Adalah seorang abang tukang sol sepatu. Telah berhasil melakuka perubahan pola layanan. Bermula dari pikulan. Sekarang berupa gerobag dorong. Mangkal di pojok lapangan bersama tukang ojek.

Sepatu bekas yang bodi masih tampak mulus, divermak kakinya. Menjadi sepatu layak pakai. Bergaransi, khususnya bagi warga yang naik mobil. Sanggup mengganti total sol sepatu wanita. Sesuai ukuran asli atau permintaan kaki. Si empunya sepatu adalah kaki wanita pekerja, menyetir mobil pribadi, sebagai pangsa pasar tak terduga.

Saya cuma hobi memilah-memilih hasil sepatu vermakannya. Beruntung, ukuran kaki saya yang di atas rata-rata, tak tersedia. Bincang dengan ahli bongkar pasang sepatu cukup meyakinkan. Kalau sedang keliling, tak ada suara lazimnya. Terkadang ybs pasang musik rakyat sebagai pratanda kehadirannya.

Tahu diri dengan tidak mewariskan bakat, ilmu, rekam jejak, nama baik persolan ke anak. “Susah”, dalihnya dengan suara bak golongan orang susah. Tetap tersenyum.

Rasanya, jika saya liwat lokasi kejadian atau tempat kerjanya, tampaknya tak pernah rembug santai dengan tukang ojek. Tekun duduk sibuk di dingklik kerjanya. Bukan tukang sol model main paku main getok palu. Lebih mengandalkan jahitan dan lem. Gerobaknya dipenuhi sepatu hasil olah tangannya. Aneka bentuk model, bahan. Hujan menyapa, ditutupi plastik transparan. Petugas partai sol sepatu, memakai jas hujan ponco.

Hari libur tetap buka praktik. Berkantor di depan rumah pelanggan. Order mbludak dan atau sudah gelap senja, lanjut kerja di rumah. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar