tindak tanduk bukan
tanduk tunduk
Yang kumaksud dalam cerita ini, memang tanpa
maksud. Adalah seorang abang tukang sol sepatu. Telah berhasil melakuka
perubahan pola layanan. Bermula dari pikulan. Sekarang berupa gerobag dorong. Mangkal
di pojok lapangan bersama tukang ojek.
Sepatu bekas yang bodi masih tampak mulus, divermak
kakinya. Menjadi sepatu layak pakai. Bergaransi, khususnya bagi warga yang naik
mobil. Sanggup mengganti total sol sepatu wanita. Sesuai ukuran asli atau
permintaan kaki. Si empunya sepatu adalah kaki wanita pekerja, menyetir mobil pribadi,
sebagai pangsa pasar tak terduga.
Saya cuma hobi memilah-memilih hasil sepatu
vermakannya. Beruntung, ukuran kaki saya yang di atas rata-rata, tak tersedia. Bincang
dengan ahli bongkar pasang sepatu cukup meyakinkan. Kalau sedang keliling, tak
ada suara lazimnya. Terkadang ybs pasang musik rakyat sebagai pratanda
kehadirannya.
Tahu diri dengan tidak mewariskan bakat, ilmu,
rekam jejak, nama baik persolan ke anak. “Susah”, dalihnya dengan suara bak golongan orang susah. Tetap tersenyum.
Rasanya, jika saya liwat lokasi kejadian atau
tempat kerjanya, tampaknya tak pernah rembug santai dengan tukang ojek. Tekun duduk
sibuk di dingklik kerjanya. Bukan tukang sol model main paku main getok palu. Lebih
mengandalkan jahitan dan lem. Gerobaknya dipenuhi sepatu hasil olah tangannya. Aneka
bentuk model, bahan. Hujan menyapa, ditutupi plastik transparan. Petugas partai
sol sepatu, memakai jas hujan ponco.
Hari libur tetap buka praktik. Berkantor di depan
rumah pelanggan. Order mbludak dan atau sudah gelap senja, lanjut kerja di
rumah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar