karakter méntal mukiyo,
bahasa tubuh bahasa verbal
Gaya hédonisme anak bangsa pribumi totok, tulen
telah mengalami perubahan. Menyesuaikan diri dengan zaman. Kendati ybs masih
tertinggal di landasan pacu. Semula sebagai paham yang beranggapan bahwa kesenangan
adalah yang paling benar di dunia ini. Menjadi nikmat dunia adalah yang paling
utama dan terasa mulia.
Ironis binti tragis, bahwasanya daya ideologi
pelaku politik, sebatas asas menang ora menang, sing
penting tetep éntuk-éntukan. Berkat format méntal mukiyo: durung ditakoni wis ngarani.
Bukan salah bunda mengandung. Bukan salah tanah air
mengundang putra-putri asli daerah terbaik untuk maju béla negara, meruwat
wibawa negara di laga kandang. Kesebelasan yang sarat kader karbitan, kader
jenggot jauh periode sudah melakukan pola ‘belum meminang sudah menimang’.
Menu kampanye hitam, non-substantif, abal-abal menjadi
karakter pesta demokrasi. Kian matang menjadikan kader partai bukan pilihan
yang terbaik. Modal daya licik, mereka siap menjadi apa saja, di mana saja,
kapan saja. Berpengalaman dengan hukum, menambah citra diri, nilai jual.
Periode 2014-2019 bukanlah suatu kemustahilan
terjadinya akumulasi kedarutan bangsa dan negara. Rasa nasionalisme, patriotisme,
heroisme menjurus ke arah global. Tampang lokal namun sarat ideologi
interlokal.
Cerdas politik membutuhkan kejelian membaca
peluang. Tidak perlu jadi petarung politik. Bebas biaya politik. Cukup siapkan,
sediakan, siagakan, sigapkan diri – tidak perlu mikir – total melaksanakan skenario politik. Tak heran, jika ada stigma petugas
partai bagi oknum kepala negara, presiden 2014-2019. Ingat bonus idéologi
non-Pancasila, tak pakai lama vs tidak perlu mikir.
Karakter manusia politik dengan daya pikir, olah
nalar, asah logika yang dominan menggunakan metoda glass box. Daya
responsifnya bersifat spontan. Tanpa pikir panjang atau tanpa proses otak dan
hati.
Praktik demokrasi Nusantara menghadirkan aneka
aksi. Antara yang aneh dan lucu menjadi terpadu padan, seimbang. Antara yang
menggelikan dan menjengkelkan sulit dibedakan. Antara yang rekayasa,
manipulasi, modus dengan spontanitas, alami, wajar nyaris satu panggung.
Tergantung persepsi mata telinga penggugah atau yang merasa tergugah. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar