generasi medsos korban
ujung jari tangan sendiri
Keblusuk dalam memanfaatkan media sosial. Maunya sok
tahu, sok gagah tampil diri liwat aneka ujaran kebencian, kebohongan, penistaan
diri. Sudah diduga hasilnya yaitu tidak ada manfaat. Bahkan menggerogoti jatah
jiwa harian.
Orang yang lebih baik diam, tutup mulut daripada
berkoar hanya mencelakakan diri sendiri, bisa terkena imbas. Menguap lupa tutup
mulut, terlihat oleh pihak yang gatal telinga, langsung diterjemahbebaskan. Membersihkan
slilit tanpa senyum, bisa mengundang rasa curiga rekan terdekat.
Gerakan mengupil secara diam-diam, bisa memancing
kebencian mata yang ikut menikmati. Bukan takut tak kebagian. Iri tanda tak
mampu. Orang lebih terangsang dengan apa yang dilihat dan atau apa yang
didengar. Belum ada peringkat resmi.
Namun, tak perlu disayangkan. Olah jiwa, tata jiwa
anak bangsa pribumi yang ramah teknologi – khsuusnya TIK – semakin menambah
kompleksitas duka bangsa. Obat mujarabnya dengan cara mengumpulkan mereka dalam
satu pulau kecil, terpencil. Membentuk habitat. Bisa juga terapi sederhana
dengan menyatukan komunitas mereka dalam satu partai politik.
Tak terasa walau nyata, efek domino revolusi mental
menjadikan indra peraba manusia dan atau orang Nusantara menjadi semakin
multifungsi, multimanfaat, multiguna. Meringankan tugas iblis dan kroninya. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar