penyakit
politik dan darurat pesta demokrasi
Asumsi survei
tanpa survei atas DPT 2019, mengerucut pada ikhwal pro dan ikhwal pilihan.
Secara umum, calon pemilih memang pro manusia politik yang sedang kontrak
politik. Budaya bangsa memang menggariskan patuhilah pimpinan, wakilmu selama
masih bener
lan pener. Ketika sang penguasa
semakin keblinger, wajib diingatkan. Tindak
keblinger sampai klimaksnya, membuat rakyat nek, mblenger, perlu tindak turun tangan.
Jadi, dapat
dipastikan begitulah faktanya, bahwasanya penyakit politik bukan penyakit
individu, perorangan manusia politik. Menjadi hak partai politik seutuhnya,
bulat penuh. Bentuk lain dari watak, karakter dan spesifikasi sebuah partai
politik. Rekam jejak ikut pesta demokrasi menjadikan penyakit politik sebagai tetenger atau trade mark.
Biaya politik
untuk operasi dan pemeliharaan pemerintah yang sah sesuai hasil akhir pesta
demokrasi, jelas non-budgeter. Semakin membengkak, menanjak jika penguasa belum
jatuh tempo sudah curi start. Terjadilah yang seharusnya tidak yerjadi, yaitu wong bener tenger-tenger.
Nyaris lupa. Soal
pilihan, pemilih sudah semakin cerdas berkat ulah 2014-2019. Tak mau mengulang
laku dan dosa yang sama. Demokrasi Nusantara bukan dagang politik. Modal kuat,
jalan menuju meraih kategori penyelenggara negara mulus tanpa hambatan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar