méntalitas pahlawan
Nusantara, mempertahankan kemerdekaan vs mempertahankan kekuasaan
PSSI, PBSI sudah, selalu, sedang, masih membuktikan
bahwa perjuangan menjadi jawara tak sedugaan di atas kertas. Tentu ada beda nasib
antara cabor berbasis tendang dengan cabor yang mengutamakan pukul (malah
dengan alat). Faktor penyebabnya belum pernah diungkap secara legal, konstitusional
oleh pemerintah.
Sudah menjadi rahasia umum, semakin banyak partai
politik ingin mengatur negara, dipastikan prestasi bisa-bisa bisa jalan di
tempat. Bongkar pasang pemain bukan jaminan mutu. Mental juara belum terasah. Pendidikan
politik yang dipropagandakan adalah kiat ‘cepat raih sukses’. DP keringat 0%
bisa raih paket sukses.
Oleh sebab itu ketika berhasil meraih kursi
jabatan. Pertahankan jangan sampai terserobot di tengah jalan. Jangan sampai
terjegal kawan separtai. Jangan menjadi incaran pemodal asing. Sesama kader
satu parpol boleh saling adu ujaran sampah.
Pakai merek dagang keluarga. Anak cucu ideologis
yang membuktikan ideologi tak ada matinya. Mewaris ke anak cucu. Maka dari itu,
faham yang dilarang beredar di NKRI, tetap eksis. Gonta-ganti nama, merk,
lambang, kemasan, warna, status, DNA maupun ciri umum, indikasi visual, fisik.
Sudah kehendak sejarah nasional, bahwasanya éfék
domino éra mégatéga, menjadikan apapun bisa terjadi. Generasi medsos menjadi pelaku,
saksi sekaligus korban. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar