lama-lama kelamaan tidak
tahan lama
Korupsi yang menjadi budaya dan lagu wajib di
sebuah negara bernama NKRI, walau sudah masuk ambang batas kejahatan yang luar
biasa (extra ordinary crime), sehingga diperlukan daya berantas yang tidak
lagi “secara biasa”, tetapi dituntut “cara-cara yang luar biasa” (extra ordinary
enforcement).
Mengingat pelaku utama tindak pidana korupsi bukan
orang biasa, tidak masuk kejadian luar biasa. Kalau negara sepi dari tipikor. Apa
guna aparat penegak hukum. Apa guna KPK. Gulung tikar dan gigit jari.
Tindak pidana korupsi, kolusi dan nepotisme tidak
hanya dipraktikkan secara nyata oleh penyelenggara negara, antarpenyelenggara
negara, melainkan juga penyelenggara negara berkongsi dengan pihak lain,
seperti keluarga, kroni, dan para pengusaha. Kalau cuma merusak sendi dan engsel kehidupan masyarakat,
berbangsa, dan bernegara, serta membahayakan eksistensi negara, tidak masalah.
Asal jangan sampai wibawa negara terusik.
Terasa nyata sampai lapis dasar bangsa. Gejolak batin
koalisi pro-pemerintah, pro-penguasa yang nasibnya mengambang. Jelang tutup
buku akhir periode, masih banyak kawanan loyalis yang belum panen. Paling-paling
diajak makan bersama. Tidur gratis di hotel bintang sesuai kadar loyal.
Kawanan dimaksud, serta merta berharap pada periode
kedua. Periode pertama tak apalah cuma kecipratan. Siap alat keruk, alat keduk,
alat hisap serta bak ‘penampung air hujan’, begitu tahu oknum presiden aktif
sebagai capres nomor urut satu di pilpres 2019. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar