Halaman

Minggu, 18 November 2018

Sigap Rakyat Nusantara Menata Ulang Adab Berbangsa


Sigap Rakyat Nusantara Menata Ulang Adab Berbangsa

Diawali dengan kalimat: “Kami bangsa Indonesia . . .”. Atas nama bangsa Indonesia. Cuplikan teks proklamsi. Bergegaslah, bersegeralah  Indonesia pasca menyatakan Proklamasi Kemerdekaan 17  Agustus 1945, diberlakukan Undang-Undang Dasar. Maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Tersurat pula: maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia, yang maknanya menyatakan diri bahwa Indonesia adalah negara-bangsa (nationstate / natiestaat). Tepatnya, negara bangsa berkerakyatan.

Petilan sejarah, bahwasanya hukum pidana pada negara-bangsa dapat didayagunakan untuk melindungi simbol-simbol negara, dan mendaulatkan adanya pemisahan urusan negara (publik) dengan urusan keyakinan/agama (privat). Soal stigma presiden sebagai petugas partai 2014-2019 merupakan tindak penyimpangan. Karena pelakunya masuk kategori tunalaras, bebas sanksi hukum apapun. Namanya politik. Hukum pidana sebagai upaya terakhir atau sebagai ultimum remedium.

Pemerintahan pusat yang biasa disebut Pemerintah, diselenggarakan oleh aparat birokrasi yang didominasi pemenang pemillu legislatif dan pilpres. Ambisi politik menjadikan pemerintah tidak memiliki perhatian (secara substansial) terhadap keberagaman, keanekaragaman, kemajemukan tepatnya kebhinnekaan (pluralitas)  masyarakat. Merasa lebih nyaman  fokus mementingkan upaya menjaga ketertiban-keamanan dalam wilayah kekuasaan sesuai peta politik.  Pendapatan asli negara untuk membiayai aparat birokrasi Pemerintah.

Sisi lain menyebutkan bahwa di dalam negara-bangsa muncul kebijakan untuk memformat penyeragaman budaya. Negara seolah lepas tangan dalam pengembangan budaya publik, namun sebaliknya merasa wajib menjaga budaya politik.

Negara mengapresiasi keragaman publik. Dalihnya, sebagai dasar yuridis pemberian subsidi kepada organisasi minoritas dan lembaga yang main aktif di keberagaman kultur. Dukungan nyata pada pendidikan kebudayaan yang berbasis keberagaman.

Ikhwal ‘rakyat’ cukup terwujud pada MPR dan atau DPR. [HN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar