émangnyé Indonésia,
isané ngapusi lan goroh
Katé siapé. Sudah kehendak sejarah bahwasanya jago katé té waniné ning omahé dhéwé. Di belakangnya, siap nyundang, nyander. Di depan, barisan garda cepak siap bela juragan. Apanya
yang kurang. Asal menjadi anak manis sesuai skenario.
Bukan salah Nusantara sarat menu dan bumbu politik.
Untuk sukses meraih kursi negara maupun daerah, perlu kendaraan politik yang
segala medan dan cuaca. Siaga 24 jam. Ramah ke atas, sigap sikut-sikutan ke
samping dan téga injak-injak bumi. Tidak ada yang salah.
Anak kecil making ikan, umpan minim. Ikan yang
didapat, diberitakan panjang sak kilan, satu jengkal ybs. Asumsi
politis, jika si pemancing orang dewasa, diprakirakan panjang ikan sekitar satu
hasta anak kecil. Meningkat drastis, jika yang memancing ahlinya, terlebih
penguasa, akan disiarluaskankan sebagai laporan kinerja, panjang ikan mendekati
satu depa bayi. Tidak ada yang aneh.
Di luar dugaan. Koalisi dua pemacing di tempat yang
sama, waktu yang sama. Akhirnya, umpan sama-sama dimakan oleh ikan yang sama. Terjadilah
keributan internal. Demi tegaknya keadilan, datanglah mereka ke tukang adil. Keputusan
si pengadil, ikan dibagi tiga. Yang tengah untuk hakim sebagai ongkos perkara.
Bagian kepala untuk pemancing yang paling banyak buka mulut. Bagian ekor, jelas
untuk penuntut yang ahli mengekor. Tidak ada yang lucu.
Akhirnya, walau belum berakhir. Anak bangsa pribumi
terbiasa dengan basa-basi politik. Politik basi karena disajikan oleh penguasa,
aroma iramanya tetap memikat. Semakin basi
semakin sarat janji. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar