Halaman

Kamis, 01 November 2018

émangnyé Indonésia, isané ngapusi lan goroh

émangnyé Indonésia, isané ngapusi lan goroh

Katé siapé. Sudah kehendak sejarah bahwasanya jago katé té waniné ning omahé dhéwé. Di belakangnya, siap nyundang, nyander. Di depan, barisan garda cepak siap bela juragan. Apanya yang kurang. Asal menjadi anak manis sesuai skenario.

Bukan salah Nusantara sarat menu dan bumbu politik. Untuk sukses meraih kursi negara maupun daerah, perlu kendaraan politik yang segala medan dan cuaca. Siaga 24 jam. Ramah ke atas, sigap sikut-sikutan ke samping dan téga injak-injak bumi. Tidak ada yang salah.

Anak kecil making ikan, umpan minim. Ikan yang didapat, diberitakan panjang sak kilan, satu jengkal ybs. Asumsi politis, jika si pemancing orang dewasa, diprakirakan panjang ikan sekitar satu hasta anak kecil. Meningkat drastis, jika yang memancing ahlinya, terlebih penguasa, akan disiarluaskankan sebagai laporan kinerja, panjang ikan mendekati satu depa bayi. Tidak ada yang aneh.

Di luar dugaan. Koalisi dua pemacing di tempat yang sama, waktu yang sama. Akhirnya, umpan sama-sama dimakan oleh ikan yang sama. Terjadilah keributan internal. Demi tegaknya keadilan, datanglah mereka ke tukang adil. Keputusan si pengadil, ikan dibagi tiga. Yang tengah untuk hakim sebagai ongkos perkara. Bagian kepala untuk pemancing yang paling banyak buka mulut. Bagian ekor, jelas untuk penuntut yang ahli mengekor. Tidak ada yang lucu.

Akhirnya, walau belum berakhir. Anak bangsa pribumi terbiasa dengan basa-basi politik. Politik basi karena disajikan oleh penguasa, aroma iramanya tetap memikat.  Semakin basi semakin sarat janji. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar