Halaman

Selasa, 13 November 2018

takut kaya, jangan main politik


takut kaya, jangan main politik

Tentunya bukan asumsi sejarah. Acuan utama pada pergerakan anak bangsa masa persiapan kemerdekaan. Dibandingkan, disandingkan, ditandingkan dengan aneka kejadian perkara pasca Proklamasi sampai 21 Mei 1998.

Reformasi menjadi babak pamungkas episode peseteruan, persaingan antar kawanan manusia politik. Jika bangsa ini masih belum sadar, dimungkinkan tidak hanya perubahan peta politik. Peta Indonesia bisa bergerak seolah tanpa kendali. Lapisan dasar yang jenuh dengan tingkah laku manusia.

Sejaran peradaban menyajikan pergerakan manusia Nusantara segala kasta sesuai falsafah Jawa: “obahing margo tutur”.  Skala nasional terdapat pepatah kerakyatan : “negara bisa dengan aba-aba, desa bisa dengan daya”.

Ikhwal anak cucu ideologis, semakin meneguhkan faham atau isme yang pernah tumbuh kembang di NKRI, tak akan musnah ditelan zaman. Mereka mampu merasuk ke wadah pergerakan aliran kepercayaan, sekte, aliran kebatinan. Semakin mendapat wadah dan ruang atau fasilitas konstitusional dengan maraknya laku LGBT.

Akhirnya negara disibukkan oleh urusan pemenuhan kebutuhan, keperluan, kepentingan garam dapur rakyat. Ukuran standar harian hanya seujung sendok the. Kalau tak dipenuhi berarti filosofi ‘kenyang makan asam garam’, tak terpenuhi. Tak seimbang.

Kendati titel, gelar akademis mampu menenggelamkan nama yang memakai, bukan jaminan mutu dan masa depan. Ijazah, sertifikast hanya bukti pandai. Mampu mengikuti arus kehidupan tanpa terhanyut, terbawa arus, tertelan arus, harus pandai-pandai.

Rumus sukses karir politik, tidak bisa didekati dengan kemampuan akademis. Pandai-pandai pun banyak yang berhal sama. Jangan heran, jika antara kaki dan tangan manusia politik, saling mengakali. Saling tidak percaya. Antara tangan kanan dengan tangan kiri, seolah bukan dari satu tubuh. Bebas sesuai kehendak si jari tangan. Memang, tangan kanan tidak bisa jabat tangan dengan tangan kiri tanda sepakat.   [HN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar