Halaman

Minggu, 04 November 2018

dialéktika generasi medsos, syahwat politik terintegrasi vs penghematan daya pikir

dialéktika generasi medsos, syahwat politik terintegrasi vs penghematan daya pikir

Makna relawan terkontaminasi, terimbas politik uang. Sistem paket terbuka, tapi bukan lelang terbuka. Rute selalu berubah tergantung penawaran. Tujuan akhir tergantung tekad dan daya nekat. Tanpa modal sepeserpun, asal mengutamakan asas multi mégatéga maupun mengedepankan pola anéka mégatéga, tinggal tunggu rajah tangan.

Relawan sejati tak memikirkan imbalan. Kerja ikhlas dan ridho dengan hasil kerelawanannya. Sigap dengan situasi dan kondisi dalam negeri. Petugas sosial bersifat individual, perseorangan, pribadi ata padanan lainnya. Karena hobi malah bisa profesional. Bentuk lain dari pemandu. Zaman doeloe, pandu yang sekarang pramuka, siaga 24 jam. Atau pada jam kerja bisa dijumpai di mana saja. Mungkin.

Relawan politik jelas aturan mainnya. Tak ikut main pun bisa mendapat yang jelas-jelas. Transparan. Ukuran raihan sukses bukan karena kontribusi keringat. Mengandalkan nama besar kakek-nenek moyang, trah, silsilah. Anak cucu biologis beriringan dengan ideologis. Dimungkinan ideologi yang ada di NKRI, apalagi yang diproklamirkan sebelum Proklamasi 17 Agustus 1945, tak akan surut dari percaturan politik.

Politisi sipil maupun mantan angkatan, berhal yang sama. Begitu terjebak aroma irama syahwat politik, akan menggunakan modus yang tak jauh beda. Tantangan profesionalisme, diformat bak dua sisi mata uang. Saling melengkapi dan atau kontradiktif. Tergantung arus bawah laut yang sulit dideteksi.

Pantas vs Pintas. Menjawab tantangan peradaban menjadikan perilaku manusia politik lupa adab. Efek domino negara multipartai, kalau tidak merasa negara milik partai politik, melesetnya adalah kedaulatan berada di tangan rakyat. Praktiknya, kedaulatan ada di tangan juara umum pesta demokrasi.  ini baru menyangkut sistem.

Secara individu, persaingan bukannya membuat manusia politik selalu memampukan diri. Energi dihabiskan untuk mencari peta dan jalan secara ekonomis. Modal minimal dengan hasil maksimal.

Lantas vs Lintas. Modal sumbu pendek, perlu saat persaingan sudah tak kenal mana kawan, siapa lawan. sulit menebak ini sekutu atau bahkan seteru. Atau sebaliknya. Dalil seolah ‘tanpa batas jarak, tanpa tenggang waktu’, otak terlatih berpikir cepat tanpa akal, minus logika, hampa nalar. Reaktif, ibarat sudah menjawab sebelum ditanya. Sudah menentukan sebelum ditawari.

Sekali mikir, dua tiga masalah terpecahkan. Sekali duduk, dua tiga perkara dibangkitkan dengan asas layak diduga berdampak masalah. Ujung jari menjadi harimau-mu. Dampaknya melampaui daya rusak ujung lidah. Interaksi antar masalah untuk menghasilkan masalah baru.

Sempat vs Sempit. Lagu lawas yang tetap eksis di belantara politik Nusantara. Berbuat baik jangan ditunda-tunda. Peluang tak akan pernah datang apalagi mendekati. Selama belum ada janur kuning melengkung, pratanda bisa saling menelikung.

Sesama anggota koalisi pro-pemerintah bebas salip-menyalip dalam lipatan.

Jangan lupa, sebetulnya manusia politik itu sifatnya ridho dengan apa yang diterimanya dan ikhlas hati atas segala pengeluarannya, pengasihannya. Tidak tamak. Pentingkan urusan hari ini, karena besok memang bukan milik kita. Kalau bisa sekarang mengapa harus menunggu nanti. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar