dialéktika generasi
medsos, bahan mentah baru vs barang bekas baru
Terjebak di antara dua kondisi yang sama-sama tak
mengenakkan. Bukan dilematis atau dikotomis. Lebih parah daripada asas ikut
arus tapi jangan sampai terbawa arus.
Evektivitas pengurangan jarak dan waktu di ruang tradisional
oleh kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), menjadikan jiwa semakin
bebas mengembara dan membara.
Kaidah kehidupan yang berbasis kepentingan umum
utawa public interest tidak ada dalam kamus gaul pengguna aktif TIK. Jaga
jarak aman, sopan santun, tata krama bertoleransi, diterjang habis-habisan. Yang
ada adalah jual beli aneka ujaran lisan maupun tertulis. Dilengkapi dengan
tayangan gambar, foto agar tampak nyata.
Pemerintah tinggal menggoreng, menggodog semangat
pantang menyerah, pantang mundur generasi medsos. Tidak juga. Kebijakan pemerintah
memfailitasi ruang publik sebagai ajang laga, tawuran maya.
Hanya saja, kecermatan dan kepedulian pengguna
aktif TIK, tidak hanya ‘bisa memakai tidak bisa memelihara’ . sudah masuk
kuadran ‘tidak bisa memakai dan tapi ahli merusak’.
Terbukti serius dengan merusak jiwa sendiri secara
sadar, terukur, menerus. Sisi lain, memang tidak ada sanksi, tanggung gugat
sistem interaksi publik. Anak kemarin sore, duduk manis berjongkok tanpa
berputar sambil jelajah Nusantara. Umbar bau busuk diri, yang seharusnya keluar
bersama kentut.
Beban dan tanggung jawan pemerintah atas pembinaan
moral dan mental anak bangsa pribumi, tereduksi secara menyehatkan. Betapa tidak,
generasi medsos secara dini sudah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Berbasis modus
pemulung yang dikombinasi gaya hidup tak ketulungan, mereka merasa serba bisa. Menjadi
penelan segala, apa saja yang tampak berkilau. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar