sekali korupsi, dua tiga
kerugian negara terlampaui
Stabilisasi, pemerataan kesempatan, penyebarluasan peluang,
peningkatan kualitas tindak pidana korupsi (tipikor), menjadi agenda tak
diagendakan setiap periode pemerintah.
Tipikor sebagai efek domino biaya politik akibat
sistem negara multipartai. Dimuliakan dengan praktik demokrasi yang mana dimana
adalah kedaulatan ada di tangan juara umum pesta demokrasi.
Bahasa hukum menjelaskan ada tiga kesempatan
tipikor. Pertama, waktu proses usulan, perencanaan dan penetapan anggaran. Kedua,
pada saat penggunaan, pemanfaatan, penikmatan anggaran. Ketiga, sebagai bentuk
apresiasi timbal balik kinerja dan sekaligus umpan anggaran tahun berikutnya.
Bermula sebagai budaya, akhirnya tipikor menjadi
ideologi praktis. Menjadi bagian integral dari jalannya, hidupnya sebuah partai
politik. Juga tidak. Organisasi negara pun juga butuh asupan gizi agar tetap
eksis. Kebutuhan orang dan atau sistem bisa dikalkulasikan secara ekonomis,
finansial, keuangan.
Modus tipikor akan selalu mengalami perubahan
nyata. Biasanya hukum kalah selangkah dibelakangnya. Ramuan ajaib revolusi
mental mampu mewujudkan tipikor yang beradab secara konstitusional. Tak ada
kaitan dengan episode “Buaya vs Cicak”.
Ironis binti miris, wibawa negara berpasangan
dengan tipikor, bak mata uang dua sisi baru bunyi. Kebetulan saja jika pelaku
tipikor didominasi penyelenggara negara. Peribahasa jadoel “siapa bermain uang,
terjerat”. Jangan sebagai pemain tunggal. Tapi juga jangan anggap (uang) negara
milik berdua. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar