Halaman

Jumat, 16 November 2018

rakyat adil, makmur, sejahtera sudah terwakili


rakyat adil, makmur, sejahtera sudah terwakili

Secara simbolis, penduduk yang masuk kategori, kriteria ‘adil, makmur, sejahtera’ versi BPS sudah terdapat di setiap provinsi. Masalah persentase, tidak masalah. Bahkan ada yang jauh di atas rata-rata nasional, penguasa boleh tepuk dada.

Soal ada penduduk yang pra-sejahtera lebih dikarenakan pola hidup, gaya hidup, dan tuntutan zaman. Saking sejahteranya, daya belanja penduduk pada kebutuhan pangan, melampaui pasokan beras petani dalam negeri.

Dalil lain menyebutkan, gandum bukan tanaman asli Nusantara, tidak layak tumbuh. Kebutuhannya bisa diatasi dengan mengkayakan petani luar negeri. Tak terlacak aneka buah lokal dengan label halal impor. Bebas pupuk buatan dan bebas anti hama kimawi.

Penduduk yang menjadi obyek pembangunan, mau tak mau harus berkorban demi sukses pembangunan segala bidang.

Sebelum jauh melantur, ingat BPS. Jika ada rakyat dalam persentase besar masuk di luar mahzab ‘adil, makmur, sejahtera’ secara konstitusional mendapat stigma sebagai masyarakat kurang beruntung.

Prioritas pembangunan daerah pun ditujukan kepada lapisan masyarakat yang siap berubah. Siap menerima konsekuensi, dampak, efek pembangunan. Pihak swasta lebih memanjakan kasta warganegara utama.

Kebutuhan dasar rakyat papan bawah, didekati dengan program/kegiatan anti-miskin. Asumsi bahwa kasta dasar ini memang lebih tahan banting. Hidup mengandalkan memurahan dan keramahan alam. Bukan berarti terbelakang. Sebagian dari mereka masuk bursa generasi medsos.

Kemajuan peradaban, peradaban berkemajuan anak bangsa Ibu Pertiwi, putera puteri asli daerah, kaum pribumi dan bumiputera, karena mampu mengeksploitasi komersialisasi tindak pikir, tindak tutur, dan tindak laku. Modal mulut dan ujung jari, merasa bagian integral dari penguasa. [HN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar