rekayasa
golput, pra-DPT vs pasca coblosan
Semakin bangsa ini berpengalaman menyelenggarakan
pesta demokrasi, maka hasil akhirnya semakin mudah ditebak. Ambisi politik Pemerintah
maupun pemerintah daerah menjadi faktor penentu. Pilkada serentak 2014-2019 dan
pemilu serentak 2019, semakin terasa bahwa hasil akhir hanya bak menghitung
mundur.
Rakyat sadar politik semakin sadar akan hak
politiknya. Semakin yakin dan mempunyai kepastian saat menggunakan hak
pilihnya. Secara ekonomi, tiap hari dilatih menentukan pilihan belanja. Mana barang
impor, mana produk lokal menjadi mata pelajaran berharga. Berkat jasa media
massa, sudah tahu manusia dan orang macam apa yang namanya penyelenggara
negara.
Menghadapai pemilu legislatif dan pipres serentak,
Rabu 17 April 2019, sudah banyak acuan, rujukan, bahan pustaka, informasi. Diperkuat
dengan tampilan diri capres dan cawapres. Semakin saling adu bersih diri,
semakin kelihatan belangnya.
Tak salah anak bangsa pribumi lebih semangat ke
pilpres 2019 ketimbang pemilu legislatif. Bangsa ini nyaris terbelaj menjadi
dua. Antara kawanan loyalis penguasa yang masih aktif dengan rakyat yang mengutamakan
perubahan mendasar.
Disebut di atas, pengalaman pihak penyelenggara
pesta demokrasi tak bisa lepas dari nikmat dunia. Sebagai bangsa yang besar,
kasus kecil bisa membengkak. Kasus besar bisa dengan gampangnya menyusut. Semakin
biaya politik tak terdeteksi, berarti nilai jual kursi sudah terlacak.
Bukan sekedar praktik nyata, bahwasanya peta
politik, dapil menjadi sasaran tembak pebisnis politik. Bukannya pemilih tak
menggunakan hak pilihnya alias golput. Pemilih pemula atau pemilih dengan
sekali pengalaman, bisa masuk target operasi. Kantong pemilih yang tak
menguntungkan penguasa, pemilih yang tak dikendaki kehadirannya, akan diseleksi
dengan sedemkian rinci.
Sebaliknya, ada permukiman yang mendadak
berpenghuni dengan KTP-el setempat. Atau muncul ‘surat panggilan’ yang bermanfaat
setelah pemilih pada umumnya sudah di rumah. Disebut pemilih siluman, itu lagu
lama. Di era TIK, modusnya sesuai zaman. Tanpa kerja pantarlih, sudah muncul
DPT di keluarahan. Ketua RW tak merasa ada kegiataan pendataan ke warganya.
Perang selanjutnya, pada pasca coblosan. Setelah hasil
di TPS resmi diumumkan. Lanjut dibawa sesuai pedoman. Di jalur inilah, operasi
pemenangan mulai tancap gas. Goncangan demi goncangan di perjalanan bisa
merubah struktur perolehan angka. Jika tak muncul aneka keganjilan, bukan
Indonesia namanya. Pengamat internasional tahu diri. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar