Halaman

Kamis, 22 November 2018

melacak masa depan generasi anak ge[n]dongan

melacak masa depan generasi anak ge[n]dongan

Wajar jika pasutri sayang ke cucu berlimpah, dibanding saat anak pertama lahir. Cucu sebagai keturunan, generasi penerus, pewaris masa depan. Warisan nama baik dan ilmu, menjadikan anak keturunan sebagai anak bangsa yang siap laga di medan kehidupan.

Anak yang sudah berkeluarga, ada yang merasa lebih nyaman dekat dengan orang tuanya. Serumah atau satu halaman. Kebanyakan pasutri memasuki dan menikmati masa pensiun, hari tua kembali hidup berdua.

Betapa nenek menggendong sang cucu yang sudah bisa berjalan. Dalih keamanan di jalan lingkungan perumahan, lebih aman dalam gendongan. Modal buat membuat musyawarah dengan tetangga. Jumpa sesame nenek, terjadilah ajang kompetisi bebas terselubung. Semakin banyak pihak menyapa sang cucu, panas terik dilakoni dengan puas.

Sang kakek tak mau ketinggalan kontribusi nyata dan aktif. Mendorong kereta bayi agar daya jelajah bisa lintas blok rumah, lintas RT. Memanfaatkan waktu istirahat sore. Persaingan terjadi jika bersua dengan modus yang serupa.

Masalah sayang cucu melebihi sayang anak. Belum pernah dikaji oleh lembaga survei tanpa survei. Tak ada kaitan emosi dengan kiat anak cucu ideologis. Secara moral Pancasila, penyiapan generasi sejak dini menjadi PR bangsa. Menyiapkan kemandirian generasi bukan dengan memfasilitasi semua kebutuhan. Biarkan, buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Soal mau menggelinding kemana, serahkan kepada kemurahan alam.

Merekayasa anak cucu, keturunan agar sesuai jalur, lajur keluarga, trah, bukan hal yang tabu. Bahkan mampu menstimulasi faktor ajar untuk memudahkan proses pendidikan. [HN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar