melacak
masa depan generasi anak ge[n]dongan
Wajar jika
pasutri sayang ke cucu berlimpah, dibanding saat anak pertama lahir. Cucu
sebagai keturunan, generasi penerus, pewaris masa depan. Warisan nama baik dan
ilmu, menjadikan anak keturunan sebagai anak bangsa yang siap laga di medan
kehidupan.
Anak yang sudah
berkeluarga, ada yang merasa lebih nyaman dekat dengan orang tuanya. Serumah
atau satu halaman. Kebanyakan pasutri memasuki dan menikmati masa pensiun, hari
tua kembali hidup berdua.
Betapa nenek menggendong
sang cucu yang sudah bisa berjalan. Dalih keamanan di jalan lingkungan perumahan,
lebih aman dalam gendongan. Modal buat membuat musyawarah dengan tetangga.
Jumpa sesame nenek, terjadilah ajang kompetisi bebas terselubung. Semakin
banyak pihak menyapa sang cucu, panas terik dilakoni dengan puas.
Sang kakek tak
mau ketinggalan kontribusi nyata dan aktif. Mendorong kereta bayi agar daya
jelajah bisa lintas blok rumah, lintas RT. Memanfaatkan waktu istirahat sore. Persaingan
terjadi jika bersua dengan modus yang serupa.
Masalah sayang
cucu melebihi sayang anak. Belum pernah dikaji oleh lembaga survei tanpa
survei. Tak ada kaitan emosi dengan kiat anak cucu ideologis. Secara moral
Pancasila, penyiapan generasi sejak dini menjadi PR bangsa. Menyiapkan kemandirian
generasi bukan dengan memfasilitasi semua kebutuhan. Biarkan, buah jatuh tak
jauh dari pohonnya. Soal mau menggelinding kemana, serahkan kepada kemurahan
alam.
Merekayasa anak
cucu, keturunan agar sesuai jalur, lajur keluarga, trah, bukan hal yang tabu. Bahkan
mampu menstimulasi faktor ajar untuk memudahkan proses pendidikan. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar