mengayomi vs telat bayar
pajak
Duduk perkara judul di atas, karena ‘mengayomi’ dan
‘pajak’ muncul di UUD NRI Tahun 1945, sehingga enak ditelusuri
ketersangkutpautannya. Ironis binti miris.
‘Mengayomi’ muncul sekali berkat Perubahan Kedua
UUD NRI Tahun 1945. Beda dengan ‘pajak’ yang muncul tiga kali berkat Perubahan
Ketiga UUD NRI Tahun 1945. Dua kali di pasal yang sama, dan sisanya sebagai
pasal baru. Kita simak pasal baru dmaksud:
Pasal 23A
Pajak dan pungutan
lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.
Pembaca diprakirakan ingin tahu saja, apa hubungan
kekerabatan ‘mengayomi’ dengan ‘pajak’. Jadi lupa, di alenia pertama sudah
disuratkan. Artinya bagaimana praktik atau ikhwal yang melatarbelakangi ketersangkutpautannya.
Secara ilmiah,bedah judul mulai dari pembahasaan.
Secara bahasa. Masuk ke substansi. Agar tak terbawa arus perasaan yang tak
menentu. Simak langsung ke UUD NRI Tahun 1945, khususnya ‘mengayomi’.
Menggunakan kata dasar ‘ayom’. Bukan monopoli
bahasa daerah tertentu. Akankah setelah ini maka penggunaan ‘mengayomi’ menjadi
hak milik pihak tersebut. Pemilik hak paten.
Rasanya tak berlebih jika si pengayom sedemikian
mempunyai kedudukan yang secara filosofis, filasafati, adat budaya Nusantara
tentu berjiwa besar, peran yang tak sepele. Bisa lembaga maupun perorangan. Bisa
lebih dari peran penguasa. Hanya sopir bajaj yang tahu. Serahkan kepada
ahlinya.
Geser ke otak-atik ‘pajak’. Kebijakan pemerintah
dengan menetapkan pemberian pengampunan pajak. Bukan dialamatkan untuk rakyat
jelata. Bukan berarti rakyat kebanyakan bebas pajak. Makan di warteg pernah mau
dikenakan pajak.
Hindari silang kata tentang pajak. Penulis tak
punya ilmunya. Kata orang, pengguna infatsruktur jalan dikenai pajak. Minimal liwat
kendaraan bermotor yang dimilikinya. Di luar jasa parkir, tarif tol dan jasa
atau aneka jenis pungutan tak tertulis.
Jadi, jalan dengan segala kelengkapannya bisa
menjadi sumber penghasilan dan pendapatan. Apa hubungannya dengan pajak kendaraan
bermotor. Pemilik kendaraan bermotor yang berlatar belakang klas ekonomi,
status sosial, maupun kasta politik, bukan masuk sasaran pengampunan pajak. Wajib
taat pajak. Hitungannya harian. Jangan sampai negara dirugikan dan mengganggu
pembangunan gara-gara pengguna jalan telat bayar pajak ‘kereta tak berkuda’. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar