Halaman

Rabu, 21 November 2018

mengayomi vs telat bayar pajak


mengayomi vs telat bayar pajak

Duduk perkara judul di atas, karena ‘mengayomi’ dan ‘pajak’ muncul di UUD NRI Tahun 1945, sehingga enak ditelusuri ketersangkutpautannya. Ironis binti miris.

‘Mengayomi’ muncul sekali berkat Perubahan Kedua UUD NRI Tahun 1945. Beda dengan ‘pajak’ yang muncul tiga kali berkat Perubahan Ketiga UUD NRI Tahun 1945. Dua kali di pasal yang sama, dan sisanya sebagai pasal baru. Kita simak pasal baru dmaksud:
Pasal 23A
Pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dengan undang-undang.

Pembaca diprakirakan ingin tahu saja, apa hubungan kekerabatan ‘mengayomi’ dengan ‘pajak’. Jadi lupa, di alenia pertama sudah disuratkan. Artinya bagaimana praktik atau ikhwal yang melatarbelakangi ketersangkutpautannya.

Secara ilmiah,bedah judul mulai dari pembahasaan. Secara bahasa. Masuk ke substansi. Agar tak terbawa arus perasaan yang tak menentu. Simak langsung ke UUD NRI Tahun 1945, khususnya ‘mengayomi’.

Menggunakan kata dasar ‘ayom’. Bukan monopoli bahasa daerah tertentu. Akankah setelah ini maka penggunaan ‘mengayomi’ menjadi hak milik pihak tersebut. Pemilik hak paten.

Rasanya tak berlebih jika si pengayom sedemikian mempunyai kedudukan yang secara filosofis, filasafati, adat budaya Nusantara tentu berjiwa besar, peran yang tak sepele. Bisa lembaga maupun perorangan. Bisa lebih dari peran penguasa. Hanya sopir bajaj yang tahu. Serahkan kepada ahlinya.

Geser ke otak-atik ‘pajak’. Kebijakan pemerintah dengan menetapkan pemberian pengampunan pajak. Bukan dialamatkan untuk rakyat jelata. Bukan berarti rakyat kebanyakan bebas pajak. Makan di warteg pernah mau dikenakan pajak.

Hindari silang kata tentang pajak. Penulis tak punya ilmunya. Kata orang, pengguna infatsruktur jalan dikenai pajak. Minimal liwat kendaraan bermotor yang dimilikinya. Di luar jasa parkir, tarif tol dan jasa atau aneka jenis pungutan tak tertulis.

Jadi, jalan dengan segala kelengkapannya bisa menjadi sumber penghasilan dan pendapatan. Apa hubungannya dengan pajak kendaraan bermotor. Pemilik kendaraan bermotor yang berlatar belakang klas ekonomi, status sosial, maupun kasta politik, bukan masuk sasaran pengampunan pajak. Wajib taat pajak. Hitungannya harian. Jangan sampai negara dirugikan dan mengganggu pembangunan gara-gara pengguna jalan telat bayar pajak ‘kereta tak berkuda’. [HaèN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar