jati
diri petugas partai, semakin dituduh semakin gaduh
Kendati terkena
razia OTT KPK, tersangka tetap bersikukuh tidak mengakui pasal yang dikenakan. Memakai
busana tahanan KPK, tetap obral senyum. Status menjadi warga binaan tak
mengurangi gaya merasa tak bersalah.
Apalagi kalau
perampok dituduh maling, copet. Merasa direndahkan. Sudah jelas ahli mengeruk,
mengeduk kekayaan alam Nusantara secara illegal namun dilakuikan secara
kolektif kolegial, merasa bersih diri.
Semakin berlindung
di bawah tukang jaga dan tukang pukul negara, awak merasa aman. Diperkuat dengan
doa pemuka agama, semakin merasa digdaya. Tangan mengepal ke atas menantang dan
cari lawan tanding sebabak.
Semakin tinggi
menanjak, badai semakin kuat menerpa. Sensitivitas semakin peka, bukan untuk
melihat ke bawah. Semakin kuat menggenggam dunia, semakin merasa diri hina dan
tanpa daya. Gaya apapun akan dilakukan demi wibawa diri.
Mayoritas pembunuhan
karakter pribumi totok dipicu, dipacu kasus dendam politik tak berkesudahan. Muncul
sebagai juara umum, tetap tak akan puas. Tudingan bahwa dirinya mempunyai ajian
bak Rahwana, malah membuat tersiksa. Terbukti tanpa sidang, karena memang begitulan
jalur riwayatnya.
Dasamuka murung
tanpa ujung, karena mukanya ditampar oleh sang isteri. Pasalnya, kesaktiannya
akan luntur. Kebal terhadap segala senjata mematikan. Kebal hukum sudah jelas. Namun
tidak kebal, tidak tahan rasa sakit.
Semakin manusia
usianya bertambah sesuai perjalanan waktu, tak terasa waktu akhir sudah di
depan mata. Semakin jauh melangkah, tak merasa tujuan malah semakin jauh. Dunia
yang seharusnya ditinggalkan malah semakin ditekuni. Rahawana alias Dasamuka
memang tak ada kapoknya. Tak ada matinya karena usia hasil tapa bratanya minta tujuh
periode usai gunung Batur, gunung Merbabu. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar