tabiat
manusia menurut tabiatnya
Logika awamku
membisikkan, bahwasanya atau barangsiapa saat membaca satu ayat Al-Qur’an
terbesit pernyataan yakin diri. Pertama, ayat dimaksud mungkin sebagai satu
kesimpulan (sementara). Kedua, ayat dimaksud bisa sebagai gerbang, batasan,
atau batu loncatan.
Terkait dengan
dalil jangan berpegang pada satu ayat dan atau satu hadis saja. Rangkaian keilmuan
dan keimanan kita, sebagai tata niaga, hulu hilirnya praktik agama.
Penjelasan salah
satu ayat yang tersurat: maksudnya ialah barangsiapa mengetahui kebenaran dan
mengerjakan amal saleh, serta memperoleh petunjuk, maka dia telah mencapai
puncak kebahagiaan. Rangkaian, siklus, mata rantai termaksud, kian menggugah
keawamanku soal agama Islam.
Ringkas ulas,
pakai kata ahlinya bahwasanya tabiat manusia menurut tabiatnya lebih cenderung
membantu pada perbuatan dibanding mengikuti perkataan.
Al-Qur’an
menjelaskan secara spesifik adanya tabiat wanita dan akhlaknya. Secara umum
juga menjelaskan tabiat manusia di beberapa ayat. Salah satunya yang mengusik
tabiat awamku adalah sabda-Nya, firman-Nya, tercantum di (QS Al Israa' [17] : 11) :
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan
sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
Sekedar sebagai
pengingat, ada dalil yang mengujarkan adanya kata dalam perbuatan, satunya kata
dengan perbuatan. Bisa-bisa bisa juga satu kata, satu perbuatan. Rasanya, kian
ditelaah malah menambah daya dong semakin jauh.
Maka dari itu,
kita kembali ke sabda-Nya, firman-Nya, tercantum di (QS Ash Shaff [61] : 2)
:
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu
mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?”
Telak jika
disebut ada hubungan diplomatik bertimbal balik antara ‘mengatakan’ dengan ‘mengerjakan’,
melakukan atau perbuatan. Dikarenakan juga karena bahasa tubuh lebih efektif ketimbang
bahasa verbal, lisan, oral. Bahasa tubuh manusia politik yang dibalut syahwat
politik, model belingsatan. Semakin makan asam garam perpolitikkan, bahasa
tubuh kian liar tanpa kendali. Diperkuat dengan aneka ujaran untuk menutupi aib
diri.
Jadi tidak
sekedar “yang tidak kamu kerjakan”, mengarah pada “yang tidak akan kamu
kerjakan”. Bisa didapat pada janji kampanye, janji politik sebagai abang-abang lambé. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar