Halaman

Selasa, 27 November 2018

tabiat manusia menurut tabiatnya


tabiat manusia menurut tabiatnya

Logika awamku membisikkan, bahwasanya atau barangsiapa saat membaca satu ayat Al-Qur’an terbesit pernyataan yakin diri. Pertama, ayat dimaksud mungkin sebagai satu kesimpulan (sementara). Kedua, ayat dimaksud bisa sebagai gerbang, batasan, atau batu loncatan.

Terkait dengan dalil jangan berpegang pada satu ayat dan atau satu hadis saja. Rangkaian keilmuan dan keimanan kita, sebagai tata niaga, hulu hilirnya praktik agama.

Penjelasan salah satu ayat yang tersurat: maksudnya ialah barangsiapa mengetahui kebenaran dan mengerjakan amal saleh, serta memperoleh petunjuk, maka dia telah mencapai puncak kebahagiaan. Rangkaian, siklus, mata rantai termaksud, kian menggugah keawamanku soal agama Islam.

Ringkas ulas, pakai kata ahlinya bahwasanya tabiat manusia menurut tabiatnya lebih cenderung membantu pada perbuatan dibanding mengikuti perkataan.

Al-Qur’an menjelaskan secara spesifik adanya tabiat wanita dan akhlaknya. Secara umum juga menjelaskan tabiat manusia di beberapa ayat. Salah satunya yang mengusik tabiat awamku adalah sabda-Nya, firman-Nya, tercantum di (QS Al Israa' [17] : 11) :  
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan adalah manusia bersifat tergesa-gesa.”
Sekedar sebagai pengingat, ada dalil yang mengujarkan adanya kata dalam perbuatan, satunya kata dengan perbuatan. Bisa-bisa bisa juga satu kata, satu perbuatan. Rasanya, kian ditelaah malah menambah daya dong semakin jauh.

Maka dari itu, kita kembali ke sabda-Nya, firman-Nya, tercantum di (QS Ash Shaff [61] : 2) : 
“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan?”

Telak jika disebut ada hubungan diplomatik bertimbal balik antara ‘mengatakan’ dengan ‘mengerjakan’, melakukan atau perbuatan. Dikarenakan juga karena bahasa tubuh lebih efektif ketimbang bahasa verbal, lisan, oral. Bahasa tubuh manusia politik yang dibalut syahwat politik, model belingsatan. Semakin makan asam garam perpolitikkan, bahasa tubuh kian liar tanpa kendali. Diperkuat dengan aneka ujaran untuk menutupi aib diri.

Jadi tidak sekedar “yang tidak kamu kerjakan”, mengarah pada “yang tidak akan kamu kerjakan”. Bisa didapat pada janji kampanye, janji politik sebagai abang-abang lambé. [HN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar