ken[d]ali
diri sendiri sejak dini
Sebagai makhluk
sosial, maka manusia dan atau orang, butuh orang lain. Butuh teman hidup,
sebagai pasal wajib yang tak bisa dihindari. Menuju kuburannya sendiri, tak
bisa dilakukan secara mandiri. Bantuan, dukungan nyata berupa gotong royong
berasaskan kerukunan.
Di negara yang
lebih maju daripada NKRI, sistem pendidikan formal mencetak anak cepat mandiri.
Pada usia tertentu, ketika masuk kategori dewasa, anak sudah bebas tidak
serumah dengan orang tuanya.
Keluarga besar
menjadikan anak yang sudah berkeluarga, beranak, tetap tinggal serumah dengan
orang tuanya. Asas hidup sesuai semboyan: mangan ora mangan, sing penting kumpul. Anak lulus SMA atau yang sederajat, meneruskan tradisi orang tuanya yaitu
bekerja. Jangankan untuk membantu ekonomi orang tuanya, untuk diri sendiri saja
pas-pasan. Itu doeloe.
Sekarang, tak
beranjak jauh. Berkat kebijakan pemerintah menyediakan lapangan kerja. Dunia
kerja di Nusantara menjadi skala global.
Daya saing anak bangsa pribumi dipertaruhkan.
Menghadapai
lawan politik di tahun politik atau babak akhir periode 2014-2019, tampak jati
diri manusia politik sedemikan terbaca oleh umum. Memang tidak ada etika, kode
etik, moral, adab berpolitik. Serahkan kepada kekuatan pasar. Tergantung
penawaran yang paling menuntungkan perusahaan partai politik.
Peribahasa “tak kenal, maka tak akan lari gunung diratakan”. Populasi anak cucu ideologis disbanding populasi bangsa, tak sebanding.
Namun, namanya politik menjadi titik retak bangsa. Semakin banyak partai
politik, indikasi rasa persatuan dan kesatuan bersifat semu.
Idealnya, setiap
provinsi mempunyai satu partai politik lokal. Berlaga di belantara politik
nasional untuk menemukan sosok kepala negara. Nyaris lupa, wakil provinsi yang
juga wakil rakyat sekaligus wakil daerah. Bukan bahan kampanye. Juga bukan
antisipasi atas asumsi sejarah.
Jangan heran,
sedemikannya anak bangsa pribumi Nusantara dengan rasa nasionalisme yang
membara. Tak kenal malu demi mempertahankan kursi sang juragan. Siap pasang
badan, terjang lawan yang tampak lemah. Kepuasan mereka cukup sederhana, jika
sudah menghasilkan bahasa tulis yang tampak patriotik, heroik. Semakin tahu diri,
semakin tepuk dada. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar