menurunkan
martabat bangsa vs merendahkan wibawa negara vs melunturkan derajat penguasa
Seolah ada
hubungan diplomatis. Dinamis semi ironis. Namanya judul olahkata. Semakin
diotak-atik, otak kita semakin beku. Kalau sudah begini, berabé. Dibilang 3
(tiga) serangkai, masih ada yang ketinggalan yaitu ‘masyarakat’. Terkait kaidah
resmi di UUD NRI 1945 yaitu: bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Atau sekedar
cuplikan, yang utuhnya atau aselinya entah bagaimana. Kalimat aktif dengan nada
negatif. Bisa saja merupakan kampanye politik di tahun 2014 oleh pihak yang
berkuasa sekarang. Disinyalir ikhwal tersebut akan terjadi. Tinggal dicarikan
kambing hitamnya, biang keroknya atau pihak yang patut dipersalahkan.
Episode
2014-2019 penuh dengan dagelan politik klas jalanan. Lebih bagus ketimbang
demokrasi jalanan. Ujaran bebas meluncur tanpa kendali dari mulut petugas
partai. Tak terhitung, ujaran bak kentut dari oknum loyalis penguasa. Saking
lucunya, sampai-sampai stok watak yang ada di dunia pewayangan, ludes sebelum
tampil.
Sejarah semakin
membuktikan, politisi sipil kehilangan roh kebangsaan. Politik terbuka sedia, sigap,
siap, siaga menampung semua potensi dan komponen masyarakat. Utamakan asas taat
dan patuh serta loyalitas tanpa pikir. Asal menguntungkan perusahaan parpol,
tetap akan dipakai.
Populasi rakyat
miskin atau rakyat yang kurang beruntung sudah berkurang drastis. Utang luar
negeri buat apa lagi. Bangunlah jiwanya . . .
Kembali ke
pakem. Masih dalam suasana kebatinan ki dalang Bloko Suto, sebut saja
pasal si gèdhèg lan si anthuk = wong loro kang wis padha kangsèn tumindak ala bebarengan. Peribahasa ini mengingatkan kita akan skenario di pilpres 2019 yang
merupakan kelanjutan dari kisah sukses pilkada DKI Jakarta 2012.
Kita bersyukur,
masih ada sentimen positif yang membangkitkan semangat kerakyatan, untuk tetap
utuh. Konflik, gesekan, friksi akibat syahwat politik di luar batas kewajaran,
sudah menjadi senjata makan tuan.
Anak bangsa
pribumi, dengan daya primitif maupun aksi primadonanya, mencibir SBY yang dua
periode berturut-turut, dianggap jeblok. Namun kekerdilan jiwa akibat akrab
dengan nikmat dunia, dengan gagah menyodorkan Jokowi untuk maju ke periode
kedua. Didukung nama besar ulama istana. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar