éfék domino anéka ujaran
penguasa
Pembaca olahkata saya ini, disinyalir sudah banyak mencerna
tentang bahaya utama maupun bahaya samping dari penyalahgunaan bahasa. Bahasa tutur,
lisan, ucap, cuap, ujar maupun bahasa tulis tangan, ketik. Sedemikian keterbahayaannya,
sehingga mampu mempengaruhi, menentukan kinerja otak yang berfungsi sebagai
pusat kendali tubuh. Dampak ringannya fakta
tersebut pada seluruh tugas dan fungsi tubuh.
Saya ajak pemirsa untuk mengingat olahkata yang
bergaya non-medis: “generasi Nusantara, cepat matang
luar vs malas gedhé”. Jelas yang tersurat memang terdeteksi dampak biologis,
psikologis, sosiologis.
Dampak ideologis, sebagai hal yang tersurat, masih
dalam proses. Mengacu salah satu kata kunci pada judul, tak salah praanggap
pembaca.
Aneka ujaran penguasa dan atau loyalis yang
terserap bebas oleh mata dan atau telinga, akan memacu kinerja otak secara
overkapasitas. Pola illegal ini didaulat sebagai stimulan. Maksudnya, si
pembuat ujaran dan atau tulisan, kinerja otaknya bak kuda liar. Timbul rasa
nasionalisme yang mengglobal, energi menjadi berlipat, rasa curiga tanpa alasan
menjadi sensitif, interaksi dengan orang lain hanya merasa bahwa dirinya yang
baik dan benar.
Sedemikannya, sehingga rasa percaya diri menjadi
barang langka. Antara kaki dan tangan saling mencurigai dan tidak saling menghargai.
Antara tangan kanan dengan tangan kiri, tidak kompak. Seolah tidak satu kendali
otak.
Penyalahgunaan bahasa memiliki juga berpengaruh
terhadap kinerja sistem saraf. Memanganya ada dan apa bunyi kongkritnya. Mengacu
pada karya tulis ahlinya dan sudah dimodifikasi sesuai kebutuhan judul. Didapatkan
hasil asal:
Gangguan saraf sensorik. Gangguan ini terdeteksi pada
timbulnya rasa kebas, kesemutan pada lidah dan jari kaki. daya kerja hati kecil
menjadi samar-samar. Dimungkinkan berakhir atau masuk stadium buta mata hati.
Gangguan saraf otonom. Gangguan ini menyebabkan aksi
fisik anggota badan yang tidak diharapkan melalui pola gerak motorik. Sehingga
orang yang dalam keadaan agak-agak, mampu bertindak apa saja di luar jati dirinya.
Misalnya saat mabuk kursi, sang oknum malah merasa jagoan. Kebal hukum.
Gangguan saraf motorik. Gerakan ini nyaris tanpa
koordinasi internal dengan sistem motoriknya. Mirip gaya sang penguasa sedang ‘on’ atau
‘in’. Kepala atas bisa manthuk-manthuk sendiri secara
ritmis. Aroma irama gerakan baru terkontrol
saat pengaruh rasa malunya muncul.
Gangguan saraf vegetatif. Sebagai gong yang
ditunggu suaranya. Terkait penggunaan bahasa secara benar, baik, bagus. Biasanya
yang terucap maupun tertulis di luar sadar diri. Ironis binti miris, jika
penguasa dan atau loyalis, merasa tak berharga jika tidak menggunakannya.
Masih banyak gangguan yang tidak permanen. Muncul dadakan
di setiap tahun politik. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar