Halaman

Minggu, 18 November 2018

Indonesia tenan, asal kepala bisa mbrobos maka pantat


Indonesia tenan, asal kepala bisa mbrobos maka pantat

Memakai bahasa gado-gado, Indonesia dan Jawa. Pembaca tanpa kacamata sudah lebih tahu daripada penulis. Malah dianggap kecil bagi dianya. Begitu saja koq ditulis. Pengalaman pembaca yang budiman, punya pengalaman tak mengenakkan soal mbrobos pager.

Penyeberang jalan yang malas menggunakan JPO, pilih mbrobos pagar batas median jalan. Masuk berita media massa. Kejadian aneh yang selalu berulang. Kalau tidak bisa mbrobos pakai jurus loncat pagar. Kepala bisa kesangkut, kejepit di sela jeruji atau bilah pagar

Sebutan, predikat bagaimana pun bagi generasi sisa zaman peradaban politik Nusantara, tak akan mendongkrak wibawa ybs. Generasi tanpa nama. Modal utamanya, asal bisa saran sumbang atau bisa sumbang saran asal. Tak jemu penulis bilang generasi macam habis pakai, mengalami degradasi segala bidang sejak dini.

Kecerdasan alami mereka bersifat spontan, reaktif. Mulai yang “tak pakai lama vs tidak perlu mikir” sampai “daya dong rendah vs telat mikir”. Salah kawan. Justru daya dong mereka jauh di atas rata-rata nasional. Belum disuruh sudah berbuat. Belum diminta sudah memberi. Belum ditanya sudah menjawab. Pokoknya serba belum-belum.

Pembaca tersanjung. Soalnya kalau tikus kepala hitam, sudah kodratnya jika kepala bisa masuk lubang maka dipastikan badan langsung mengikuti. Apalagi ekor. Dimodifikasi menjadi singkatan KUD atau ketua, kepala untung duluan. Tidak berlaku pada seekor ikan yang mana pembusukan dimulai dari kepala.

Masih ingat kisah lelang internasional. Otak manusia dan atau orang Indonesia laku terkeras. Jarang dipakai, masih ori. Tidak tahu pasti, apakah sang kepala menjadi kepala besar atau besar kepala.

Dikisahkan tanpa skenario. Jika serba aneka ujaran dan atau aneka reka kerajjinan tangan generasi dimaksud mampu mbrobos tatanan moral Nusantara. Dipastikan produk atau olahan pantat termuliakan. [HN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar