modus
demokrasi Nusantara, orong-orong kepidak vs kucing kawin
Mengacu pada
Perubahan Keempat UUD NRI Tahun 1945 pada Pasal 33 ayat (4), dengan pola
substitusi ‘ekonomi’ menjadi ‘politik’, dihasilkan: Perpolitikan nasional
diselenggarakan berdasar atas demokrasi politik dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan,
berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan politik nasional.
Praktik
demokrasi yang menghasilkan dalil: kedaulatan ada di tangan pemenang pesta
demokrasi, sesuai asas “pemenang memperoleh segalanya”, pemenang yang mengambil semua hasil, mendominasi
jabatan politik utawa “winner-take-all”, bukan tanpa efek domino. Diperkuat dengan tindak laku
garang garing penyelenggara negara yang untuk membuktikan kadar loyalitasnya,
sekaligus pasang badan, unjuk gigi.
Artinya,
juara umum pesta demokrasi akan memperoleh keuntungan yang meliputi banyak hal
di bidang politik dan ekonomi.
Kucuplik dengan
cara copas dari LAPORAN DARI KOMISI GLOBAL UNTUK PEMILIHAN UMUM, DEMOKRASI DAN
KEAMANAN. September 2012, halaman 69:
Pemerintahan
demokratis, organisasi regional dan organisasi internasional harus mempertahankan
pemilu yang berintegritas sebelum pemilu diselenggarakan. Untuk melakukannya,
mereka harus lebih proaktif dan terlibat sepanjang siklus pemilu bagi
negara-negara dengan pemilu yang bermasalah. Jika mediasi diperlukan, maka
harus dilakukan jauh sebelum pemungutan suara berlangsung, dan ditujukan untuk
memastikan bahwa dalam masyarakat yang terbelah, pemilihan tidak memberikan
jalan bagi “winner-take-all”/pemenang yang mendapatkan seluruh keuntungan
dari hasil pemilu. Tindak lanjut seharusnya tidak hanya berfokus pada
peningkatan teknis pemilu tetapi harus berupaya membuka dialog dan partisipasi
masyarakat yang diperlukan untuk proses politik demokratis, yang diperlukan dan
berfungsi untuk menghasilkan oleh pemilu berintegritas.
Singkat kata,
di pilpres 2019, Indonesia wajib menemukan sosok baru figur anyar presiden ke-8. Karena
terbukti di periode 2014-2019 terjadilah jati ketlusuban ruyung = kumpulané wong becik kelebon wong ala.
Kalkulasi
politik sudah membuktikan bahwa asas “noto negoro” tak berlaku untuk menerawang syarat utama bakal calon presiden dan/atau
wakil presiden.
Masyarakat
sudah tak berharap datangnya Satria Piningit. Karena banyak pihak merasa dapat
wangsit. Sudah tak peduli dengan wahyu akan jatuh di tangan siapa. Karena di
zaman now ini, “wong ala” adalah mereka yang
kuasa, kuat, kaya.
Sekedar mengingatkan. Bahwasanya UU 20/2009 tentang
Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan. Tersedia Tanda Kehormatan Bintang sipil terdiri atas
a.l Bintang Penegak Demokrasi. Simak syarat khusus untuk memperolehnya,
tersurat di:
Pasal 28
(5)
Syarat khusus sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 24 huruf b untuk Bintang Penegak Demokrasi terdiri atas:
a.
berjasa besar di suatu bidang yang
bermanfaat bagi tegaknya prinsip kerakyatan, kebangsaan, kenegaraan, dan
pembangunan hukum nasional;
b.
pengabdian dan pengorbanannya di
bidang demokrasi, politik, dan legislasi berguna bagi bangsa dan negara;
dan/atau
c.
darmabakti dan jasanya diakui secara
luas di tingkat nasional.
Latar belakangnya adalah karena sebagai manifestasi
semangat reformasi yang karakteristiknya dicirikan
dengan penghormatan tinggi atas hak asasi manusia dan penegakan demokrasi, maka
ditambahkan 2 (dua) jenis bintang sipil, yaitu Bintang Kemanusiaan dan Bintang
Penegak Demokrasi. [HaèN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar