#nusantara berpancasila, rakyat menentang vs penguasa menantang
Sadar negara Indonesia adalah negara hukum, sejak Perubahan Ketiga (2001) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Hukum, dalam hal ini UU, selaku produk kompromi politik. Bersifat akomodatif, luwes dan dinamis. Mudah beralih fungsi, manfaat menjadi beteng melindungi kepentingan pihak yang kuat, sedang kuasa maupun kalangan orang kaya lama.
Mukadimah DUHAM (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia) paragraf 3 yang berbunyi:
“Menimbang bahwa hak-hak asasi manusia perlu dilindungi oleh peraturan hukum supaya orang tidak akan terpaksa memilih pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penindasan,”.
Secara implisit mengatakan bahwa hukum adalah perlindungan minimal bagi keadilan manusia.
Sejarah nasional menampilkan fakta, betapa rakyat, kelompok masyarakat, para raja atau sebutan lain sudah sadar niat merdeka. Minimal bangkit melawan penjajah bangsa Belanda plus antek-anteknya. Aspek lain menyuratkan dan menyiratkan, aksi rakyat secara individual, pribadi, keluarga menjadi cikal bakal kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Bahkan secara adab bernegara, rakyat telah mengawali tatanan keindonesiaan.
Bahan baku dasar, bahan galian utama sila-sila dasar negara, dirumuskan dari menu pola hidup harian rakyat. Diharapkan menjadi pedoman bagi penyelenggara negara. Sejarah >75 tahun merdeka, kian menemukan fakta.
Konsep negara sebagai pelayan publik (the service state) mengalami penyederhanaan di bebagai aspek. Akhirnya yang terjadi secara moral konstitusional adalah rakyat wajib melayani penguasa. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar