lama !?, pertanyaan vs pernyataan
Sebut saja nama celukan komersial, sesuai ybs menyebut nama diri: “Pak Haji Eddy . . . “. 20 tahun lebih berunur daripada saya. Hidup membujang lagi bersama anak mantu dan dua cucu. Dehem atau panggil kucing usai makan bebas waktu, bukti beliau masih eksis. Senyap dari percakapan. Langkah kaki, jarak pandang merekomendasikan diri sholat di rumah.
Langsung ke olah kata sesuai judul. Jemur pagi dan jalan sepanjang jalan lingkungan depan rumah. Alat kelengkapan jalan, teken atau tongkat kayu. Plus kacamata hitam. Sosok sehat karena mantan alat negara. Rutin awal bulan ke BRI ambil pensiunan. Pulang bawa beras.
Saat kami renovasi rumah. Start Agustus 2020 dengan penyiapan tanah, tebang pohon. Atraksi tukang menjadi obyek mata beliau. Duduk manis di teras, bahkan sebelum jam kerja tukang. Sambil tunggu sarapan belian cucu. Atau menunggu abang pedagang. Mulai bubur ayam, roti tawar atau manis, bubur kacang ijo, dawet, ketoprak, dsb. Sore tutup mulut dengan jamu kuat kakek-kakek. Malam sms ke mie rebus.
Agar pandang mata leluasa, duduk di meja. Atau ambil bangku plastik cari lokasi strategis, nyaman, aman. Kuping sigap tanggap suara penjaja makanan sore, siomay, bakso atau lauk tradisional. Siang, sesekali PSK alias pedagang sayur keliling langganan emak-emak, ikut nimbrung. Cari yang tidak ada.
Sore jelang maghrib 1 Oktober 2020, usai drop dan angkut puing ke kamar sedang proses konstruksi. Beliau seperti merasa aneh, ada acara urugan. Puing diturunkan dari truck. Dua petugas angkut ke dalam. Atau pasal lain, biaya makan p haji Eddy, ternyata tetap tanggung jawab ybs. Tidak bisa dititipkan pada proyek renovasi rumah. Makanya, saat saya sapa, beliau cuma jawab plus ujar satu kata: “lama !?”.
Kalau dijawab, seolah ikut gila. Terpancing logika perakalan. Dijawab, pertanyaan gila koq dijawab. Senyum sebagai jawaban cerdas ikhlas. Tanggal muda, beliau malah kurangi aksi diri awasi tukang.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar