Halaman

Rabu, 21 Oktober 2020

akar onar vs paham diam

akar onar vs paham diam

 

“Belum kelar-kelar. Bangun 3 lantai ya?”. Pertanyaan plus pernyataan tetangga. Langsung ybs tawa girang renyah merasa berhasil sampaikan aspirasi cerdasnya. Tidak perlu dijawab agar tidak terbawa arus pendek. Hak tanya identik kapasitas diri. Peribahasa komunitas anak bangsa nusantara berkemajuan akal “banyak tanya tanda orang sesat”. Memanfaatkan jasa media massa arus abal-abal, mereka lebih gemar menyatakan pernyataan bebas tanpa mimbar.

 

Pihak berwenang mensortir lalu lintas percakapan. Banyak cakap menjadi karakter dasar penguasa di tahun pertama periode kedua. Demokrasi bebas hambatan menjadi seleksi alam. Hasil survei lembaga survei nirlaba global yang bergerak di aras berkemanusiaan. Penggunan ujaran bebas secara tertulis merasa tersalurkan jiwa bebasnya.

 

Parahnya, antara mata dan mulut seperti tidak satu sumber hati yang sama. Tatapan mata bisa menolak apa yang sedang diujarkannya. Bahasa tubuh tidak bisa untuk menipu diri sendiri.Tidak salah. Bahasa politik memang tak ada aturan baku. Asal tahu sama tahu. Sepakat untuk tidak sepakat. Tukang ganda berita sudah maklum bagaimana menyajikan kemasan berita beraroma menu politik.

 

Orang merasa cerdas jika menguasai data dan tanpa ada pihak yang butuh, disebarluaskan dengan bumbu cita rasanya, gaya bebas sarkasme. Kian banyak pihak merasa gerah, merasa sukses sebagai pengolah, pengoplos, pengganda data. Penggembala ujaran bebas pakai pasal penebar, penabur berita omong kosong, kabar kabur. [HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar