OTT KPK vs pejuang
partai
Sesibuk-sibuknya negara, dengan aneka alat kelengkapan dan perlindungan
diri, menghadapi agresi pandemi covid-19.
Sebagai peluang, kesempatan bagi pihak pejalan aksi gerilya politik, manuver politik. Pilkada serentak 2020 bukan
contoh klasik. Masa depan bangsa diinvestasikan ke pasar bebas dunia agar cepat
naik klas. Masa lalu dimanipulasi untuk menghidupkan paham atheis plus
antimonotheisme liwat jalur cepat saji bersalip konstitusional.
Bukan kehendak sejarah leluhur berbudi luhur, kakek nenek moyang bukan
pelaut. Terjadinya generasi yang tak pernah muncul di pentas politik, tak
pernah manggung. Fakta reformasi menampilkan sebutan petugas partai jika
terkena OTT KPK. Atau rersandung pasal hukum pidana. Ingat, olah kata “barang
siapa menghilangkan tersangka, maka”.
Banyak pihak berkepentingan di pangkuan Ibu Pertiwi menjadi pemacu pemicu daulat hukum di atas
hukum. Semakin banyak produk hukum. Lazim karena ratusan juta rakyat yang
diatur. Semakin kuat, digdaya lembaga
negara yang menangani hukum berbanding lurus dengan rapuhnya moral aparat
hukum, hamba hukum.
Rakyat tak perlu jauh-jauh mencari musuh masyarakat, lawan bangsa, seteru
negara. Tak perlu menggerebek, menggegeropyok sarangnya. Setiap saat tak kenal
musim, oknum bahkan kawanan selalu ada dan siap sedia. Tampil resmi di media
massa arus utama. Menjadi bintang media sosial berbayar, penebar dan penabur
berita fasik.
Éfék domino éra mégatéga, gembala penyesat vs gembala penghasut. Di hamparan
padang dan rimba belantara ideologi Nusantara, gembala dengan segala
keahliannya, semakin mendapat tempat. Dukungan berlimpah dari investor politik
lokal, interlokal, regional, nasional, multinasional tak kunjung surut. Efék
domino perjanjian dengan setan lama maupun persepakatan, kompromi jalan
sama-sama dengan setan di éra mégatéga, tentu tak ada yang gratis. Operasi sigap
24 jam, sebelum anak bangsa Nusantara menjadi pengikut setianya.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar