Halaman

Senin, 07 September 2020

mbokdé mukiyo, wong cilik ojo diliciki


mbokdé mukiyo, wong cilik ojo diliciki

KILAS BALIK PILKADA SERENTAK 2018
Tidak bisa dipungkiri, diingkari kalau selama proses pilkada seretntak 2018, yang para pihak sudah start jauh tahun. Namanya rawan politik, jangan dilihat korban minimalnya atau dampak terkecilnya. Tetapi akankah demokrasi hanya berjalan saat pilkada. Jangan sampai karena daerah rawan konflik politik. Rawan politik memang tak terukur. Yang resmi adalah konflik sosial. Pertama, apaguna ada polda provinsi sampai lapis bawah. Jangan sampai ada dalil bahwasanya sebaiknya mendagri dari unsur pati Polri aktif.

BALIK KE PILKADA SERENTAK 2020
Pemerintah lebih takut adnya kondisi rawan konflik politik daripada rawan pangan akibat agresi pandemi covid-19. Media massa yang bijak mampu membaca niat baik pemerintah. Mereka dengan cerdas menjalankan skenario yang bukan sekedar ambil untung. Masuk strata pengatur biang keruh.

Bisa jadi penganut setia sampai pengikut pasif LGBT (Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender) berhak mendirikan partai politik. Minimal buka usaha jasa, cabang dari parpol internasional, multipihak, khususnya negara maju, supermodern. Apalagi negara kiblat politik penguasa.

Lepas dari data berapa provinsi plus jumlah kabupaten/kota mendapat giliran pilkada serentak 2020. Penyakit politik bisa bertambah varian, muncul jenis baru. Elite lokal tentu tak mau nikmat kursinya terganggu. Sirkulasi, siklus, ditribusi kekuasaan konstitusional bak acara warisan, arisan trah golongan darah “biru”.

Semula pihak berwajib tidak pernah mengasumsikan akan ada calon tunggal di pilkada serentak tahap pertama 9  Desember 2015. Untuk kepala daerah dan wakil kepala daerah yang memasuki Akhir Masa Jabatan (AMJ) 2015 dan semester pertama 2016. Bahkan saat itu ada daerah yang belum punya calon.

Sejak dikenalnya fenomena golongan putih (golput), pihak yang layak disalahkan adalah pemilik hak sipil dan politik. Faktor eskternal yang bisa mempengaruhi sampai menentukan tekad ber-golput hanya menambah cidera demokrasi, cacat demokrasi sejak belum lahir.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar