Halaman

Jumat, 25 September 2020

nenek moyangku gemar cari penyakit politik, tak gentar hadapi

nenek moyangku gemar cari penyakit politik, tak gentar hadapi

Kita mampir sejenak ke judul “pola penyakit politik menjadi semakin kompleks”, tayang 2/20/2018 4:11PM. Simak alinea pertama saja, tersaji:

Indonesia sedang mengalami transisi epidemiologi yang ditunjukkan dengan meningkatnya penyakit tidak menular sementara penyakit menular tetap menjadi bagian penting pola penyakit masyarakat. Kondisi ini akan meningkatkan demand pada pelayanan kuratif, seperti pelayanan rawat inap di rumah sakit. Hal ini dapat memicu pergeseran pendanaan pemerintah untuk pelayanan kuratif dengan mengorbankan pelayanan publik karena terbatasnya dana yang ada.

Sejauh iseng, penulis belum secara tak sengaja melihat rumusan “pemufakatan jahat”. Apa karena masuk ranah ‘penyakit politik’, efek domino kejahatan politik yang masuk kategori ‘dipelihara oleh negara’. Sang legislator dan atau usulan pemerintah, sama-sama jaga wibawa.

Paribasan Jawa, begini tulisannya : si gèdhèg lan si anthuk. Maksud niat arti adalah,   wong loro kang wis padha kangsèn tumindak ala bebarengan; wong-wong sing padha sekongkol.

Biaya politik, ongkos perkara politik untuk operasi dan pemeliharaan pemerintah yang sah sesuai hasil akhir pesta demokrasi, jelas non-budgeter. Semakin membengkak, menanjak jika penguasa belum jatuh tempo sudah curi start. Terjadilah yang seharusnya tidak yerjadi, yaitu wong bener tenger-tenger.

Budaya bangsa memang menggariskan patuhilah pimpinan, wakilmu selama masih bener lan pener. Ketika sang penguasa semakin keblinger, wajib diingatkan. Tindak keblinger sampai klimaksnya, membuat rakyat nek, mblenger, perlu tindak turun tangan.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar