birokrasi tarif jasa
politik nusantara, per rit vs per orang
Pekerjaan
tebang pohon, memang harus dijelaskan apa saja yang harus dikerjakan. Bisa
masuk pekerjaan seni. Umumnya, modal tenaga dan alat , langsung babat habis.
Langsung di tinggal. Sekedar tebang satu pohon pelindung, merembet
mengkorbankan tanaman lain. Satu hamparan taman bisa habis. Dampak saat
eksekusi, tanggung jawab pihak lain.
Riwayat
tebang pohon di rumah tinggal. Pakai jasa ahli tebang pohon. Hasil nego memang
tetap mahal. Item pekerjaan jelas terkait Rp. Sampai bongkar akar. Buang semua
hasil tebangan. Bersihkan sisa tebangan dan rapikan lingkungan. Teknik tebang
menentukan proses maupun hasil akhir. Jasa borongan tebang yang profesional.
Siap alat, SDM sigap dan sedia lokasi penampungan, pembuangan.
Dalil
ekonomi diterapkan pada jasa tebang pohon, sesuai orientasi penebangan. Lokasi
yang sama belum tentu dengan prosedur yang sama. Sifat komersial yang
menentukan kelancaran rencana aksi tindak. Tarif dan biaya politik menjadi
gelap. Tergantung siapa yang berperkara.
Birokrasi
lokal menawarkan kemudahan sesuai paket. Tebang habis sampai bongkar akar.
Tinggi dan besar pohon jadi tolok ukur besaran biaya. Jarak ke lokasi
pembuangan. Biaya sewa kendaraan pakai pola bukan sekedar uang bensin. Jasa
atau izin buang ke penjaga lahan. Singkat kata, izin atau jasa dihitung per
rit. Bukan model jam-jaman. Karena efek agresi covid-19, pintu gerbang menuju
lokasi penampungan ditutup. Ongkos buka gerbang, dihitung per juru kunci. Bukan
asas pembagian rata.
Bayangkan,
kalau tarif parkir mobil/motor, setiap juru parkir merasa berhak mendapat jatah
yang sama. Karena merasa menjaga keamanan dan keselamatan kendaraan. Di luar
judul, masih banyak politik jalanan yang menghasilkan Rp.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar