dilema kebajikan, belum pernah vs mana mungkin
Pungut paku di jalan, agar tak membahayakan pengguna jalan. Betapa besar kadar nilai pahala sesuai asas religiusitas. “Ranjau paku” atau sebutan jenis lain, menjadi menu ekonomi. Tebaran sebaran paku di jalan dengan sengaja, acak di titik strategis. Sasaran roda kendaraan . Interaksi dengan penyedia jasa tambal ban.
Menu tradisional agar atraktif di perang menu antar
penyedia atau warung rakyat. Bahan baku sama tapi beda olahan dan beda nama
komersial. Aneka racikan sambal dengan nama spesifik, klasik sampai
menggelitik. Lidah bumiputra masih familier dengan sambal ulek. Pakai layah
watu dan ulekan watu memancing aroma asli cabai, lombok, dkk.
Jadi, satu kebajikan akan melahirkan, mendatangkan,
menstimulus kebajikan lainnya, kebajikan
penyerta. Karena masuk ranah religi, agama, ibadah sosial tidak dilirik oleh
manusia pengakal, pengguna akal untuk akal-akalan serta ahli mengakali pihak
tertentu. Masuk strata bernegara, lema ‘bajik’ tak ada plus tak tersedia di
kamus gaul politik.
Filosofi pengguna akal politik, bagaimana hanya dengan ‘satu paku’ mampu meraup keuntungan secara optimal. Di jalanan sampai gedung negara tempat praktik penyelenggara negara. Jangan lupa, lidah tidak bertulang, ilat tidak bercabang bumiputra masih fasih berolok-olok politik.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar