Halaman

Sabtu, 12 September 2020

minder nanging nyander


minder nanging nyander

Tentunya bukan motto pengguna aktif mulut mulut sendiri. Tidak suka, silahkan keluar dari nusantara. Pura-pura tak dengar bikin hati meradang. Tak terkecuali moncong politik bebas tanpa kendali mutu. Ironis binti miris, dengan tuannya saja tidak kenal. Setiap pihak sekedar liwat, langsung ,menyalak, menggonggong tanda setia.

Interferensi morfologis bahasa politik ke adab bernegara, tak sengaja sebagai penyaring, penyeleksi  alami. Sebut saja contoh nyata peolok-olok politik. Media massa berbayar, dengan sigap memanfaatkan momentum perang urat syaraf. Ujaran kebencian, kebancian dari cangkem semua pihak. Khususnya penguasa, penyelenggara negara, alat negara. Sesuai kaidah gramtikal bahasa politik, tidak bisa paki asas banding, sanding, tanding dengan nilai moral.

Politik induk menunjukkan orentasi, haluan politik masuk sistem politik global. Bagian integral masif dari organisasi internasional. Agar tampak merakyat, memakai ungkapan makian, cemoohan, hardikan yang akrab, familier di kuping rakyat. Bahasa tubuh memperkuat modal atau isi perut.

Multipartai identik peluang meluncurnya bahasa gado-gado. Berjudi dengan ujaran diri. Multibahasa, antara bahasa preman jalanan dengan preman partai politik, adu nyaring. Beda dengan pengolah kata, pembauran antar bahasa, menambah wawasan peradaban. Jangan andalkan hafalan berbahasa.[HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar