Halaman

Senin, 07 September 2020

dilema negara Pancasila, penurunan daya ingat vs lemah syahwat politik


dilema negara Pancasila, penurunan daya ingat vs lemah syahwat politik

Kebalikannya. Demam panggung, sekarat politik, minimal banyak karat dalam, daki, bolot luar. Terbukti ujaran politik nista abadi oleh tokoh lalu lintas kiri. Menjadi pemacu pemicu tindak anarkis politik vs politik anarkis. Pengamat politik nusantara juga ikut geli binti geliat badan tanda heran bin  takjub.

Hanya bisa dilakukan oleh partai politik bagian integral parpol internasional. Dialami parpol model zaman penjajah Belanda. Landasan ideologi yang dipakai adalah class conflict. Kumpulan aktivis sayap kiri melakukan serangan balik alias menusuk dari dalam. Memanfaatkan konsolidasi bangsa, momentum, oportunitas penguasa menghadapi agresi pandemik covid-19, malah melahirkan oportunisme berkelanjutan.

Padahal, peribahasa Jawa bertutur ringan “janma angkara mati murka”. Makna sederhananya, manusia angkara meninggal serakah. Diuraikan, menjadi 'manusia angkara tertimpa musibah karena keserakahannya’.

Wong serakah mati karena keserakahannya. Serakah merupakan sifat dasar manusia yang perlu dihindari. Untuk itu, orang Jawa berprinsip pada sakmadya, secukupnya, seadanya, sedang-sedang saja, pas. Kalau banyak jangan terlalu kebanyakan, kalau sedikit jangan terlalu sedikit.

Tak ada kaitan dengan fakta anak cucu ideologis tak ada matinya. Tak ada rasa kapok, jera. Buah jatuh tak jauh dari pohonnya. Interaksi dan intergrasi sosial. Sentuhan peradaban, memunculkan sifat dan perilaku. Metode salah asah, kurang asuh, keliru asih menjadikan anak bangsa merasa bisa.

Perhatikan ungkapan maknawi  babat, bibit, bebet, dan bobot  kemanusian. Watak bersifat netral. Bukan sebagai stigma atau konotatif. Dibedakan antara watak baik dan watak buruk. Guyon maton wong Jawa: “lara weteng bisa ditambani, lara watek dienteni nganti mati”. Ungkapan itu bermakna 'sakit perut dapat disembuhkan, tetapi kalau wataknya yang sakit, kesembuhannya hanyalah kalau ia sudah meninggal'.

Ironis binti miris, menyebut watak yang buruk sebagai penyakit yang tidak bisa disembuhkan. Sejarah membuktikan, jika si penyandang watak buruk, menemukan lingkungan yang tepat. Tumbuh kembang sebagai potensi diri. Merasa bisa. Cocok untuk petugas partai.  [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar