Halaman

Sabtu, 19 September 2020

geliat demokrasi nusantara tergantung menu makan siang gratis

geliat demokrasi nusantara tergantung menu makan siang gratis

Kampung besar nusantara yang multiheterogen. Warung nasional menjadi multiguna. Apa saja dijual,  ditawarkan plus terima order dalam jaringan. Menadah pasokan dari pihak mana saja. Kendati tidak saling menguntungkan secara hitung-hitungan. Bisa dikompensasi, dikonversikan ke bentuk non-ekonomi. Politik transaksional, bagi hasil. Juga bukan. Politik balas jasa, balas budi sejalan dengan politik balas dendam.

 Makan siang ceritanya. Masuk biaya politik. Perut kenyang dan kata sepakat didapat. Sementara sudah dirancang ancar-ancar untuk makan siang kesempatan mendatang. Selama masa kampanye. Pasang surut peradaban mempengaruhi menu politik. Posisi tawar Indonesia yang mudah ditawar, Memudahkan menu asing tersedia di warung nusantara. Manusia politik tidak sekedar ikut arus pendek. Tuntutan moralitas ideologi harus memposisikan dirinya sebagai kompetitor, pesaing.

 Jadi di dalam ekosistem politik nusantara, tidak hanya sekedar anggaran parpol diperbanyak. Justru pada  sistem hukum yang melindungi HAM kawanan parpolis perlu diperkuat. Pemerintah tengah, tepi sedang berupaya merancang ekosistem yang ramah bagi kawanan parpol. Demi Indonesia melaju dan berdaya saing di laga tandang.

 Bandar politik tak mau berspekulasi. Mereka hanya akan mengusung kandidat, bakal calon yang potensial saja tidak cukup. Mereka tidak mau berjudi. Kalau jagonya kalah, bak buang uang percuma. Menang pun harus ada skenario wajib. Ini masuk hitung-hitungan ekonomi tingkat tinggi. Minimal skala nasional.[HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar