Halaman

Sabtu, 05 September 2020

tripetaka nusantara, peras – resap – serap

tripetaka nusantara, peras – resap – serap

 Jangan kambing hitamkan sejarah peradaban nusantara. Oknum anak bangsa nusantara berketurunan. Bauran asupan global sudah merasuk sampai memacu dan memicu pematangan, pedewasaan diri sejak gua garba. Risalah fitrah gawan bayen terkontaminasi rayuan nikmat dunia liwat jalur di atas daulat masih ada daulat. Di atas petugas partai masih bercokol kawan ketua partai pihak ketiga.

Politk etis, politik pampas perang, politik persemakmuran dan semaksud baik terus bergulir mengalir tanpa batas akhir. Politik nusantara lebih berangkat dari pengalaman hidup di bawah kaki penjajah. Bukan bak ksatria turun gunung, bak ksatria piningit, bak kstaria muncul dari dasar bumi.

Menterjemahkan paham komunis dunia ke sistem perpolitikkan, ke struktur bebas demokrasi. Jalan pintas dengan membaurkan sila-sila dasar negara, dioplos, dipoles dengan asas atheisme. Partai politik menjadi agama dunia. Daur, siklus, distribusi, sirkulasi proses kehidupan bernegara tentu lebih drastis, tragis ketimbang pratanda tersurat maupun tersirat pada judul. Pihak penyandang amanat pengayom masyarakat, tindakan penyalahgunaan wewenang dan kesewenang-wenangan menjadi dalil diskresi.

Terbukti dan tak heran serta tak layak diperdebatkan. Parpol juara umum pesta demokrasi 2014 adalah parpol yang tidak siap menang. Walhasil, intervensi investor politik global, terasa di pola pemerintahan 2014-2019. Sindikasi kekuatan asing sudah menjadi lagu wajib penguasa. Merajalelanya daya kendali manusia ekonomi.

 Tak salah jika disimpulkan atau ditarik benang merahnya, akan ada adu suara antara menu nasakom Orde Lama dengan modus single mayority Orde Baru. Tetap keluar sebagai juara umum adalah manusia ekonomi.[HaéN]

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar