lari
dari satu kenyataan menghadapi kenyataan lainnya
Mirip, beda jalur, lajur atau berlawanan arus dengan
pepatah “gali lubang tutup lubang”. Di negara paling maju pun, masih terjadi
rumusan memancing kursi dengan mengorbankan kursi di tangan. Intervensi,
intimidasi serta agresi pihak ketiga. Asas praduga rahasia negara adanya ambang
batas bawah petugas partai, identik dengan lonjakan kurva utang luar negeri.
Adalah idiom mangsa balik pemberi umpan. Memang bukan
efek domino praktik santun politik nusantara. Tidak masuk dampak strategi
politik terbuka. Tetap saja menjadi fakta otentik, original, akurat tipikal,
berulang, berdaur ulang pada setiap langkah kehidupan berbangsa dan bernegara.
Demokrasi nusantara bernuansa bagi-bagi kursi legislatif –
eksekutif – yudikatif, dengan asas tanpa uang muka, risiko tanggung renteng ke
anak cucu tujuh berketurunan. Kutukan kursi mpu Gandrung, sampai presiden
ketujuh. Sejarah kenusantaraan, aneka versi berjalan bersamaan, paralel pada
waktu dan tempat yang sama. Beda manusia tapi mirip karakter dan mirip warna
partai politik. Perebutan kekuasaan kian salah kaprah.
Siapa yang menguasai jimat “kursi kuning” yang dapat
dilipat, dibawa kemana-manan, akan disegani lawan politik. Daya kerjanya tak
jauh-jauh dari susuk penglaris di dunia hiburan malam atau panggung politik
pengisi waktu. Anak wayang nusantara jauh melampaui khazanah angkara murka yang
ada di dunia nyata.
Standar kompetensi. Merujuk kutukan tuah kursi tanpa kaki.
Kejadian lama melegenda di tanah merdeka nusantara. Dua kejadian nyata terjadi
bersamaan tapi beda abad pada lokasi perdikan, tanah bebas pajak. Soal ada
tokoh atau penokohan agar periwayatan punya hak paten, hak cipta. Sosok yang
difigurkan tak harus sakti mandraguna. Ilmu menghilangkan diri tanpa jejak dan
terlacak, menjadi mainan anak-anak.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar