dilema negara pancasila,
tokoh nurutan vs sosok nunutan
Agar tak kian-kemari. Olah kata ini diawali tapi bukan dibuka dengan
cuplikan “kadang katut” alias saudara terbawa. Menjadi saudara karena ikatan
perkawinan dengan saudaranya. Lain pasal dengan “kadang konang”. Atau, saudara
kunang-kunang. Sindiran bagi laku yang diangap saudara hanya mereka yang
berharta, berpangkat saja, sedang punya jabatan prestisius.
Soal ‘katut’, malah terkait dengan ‘nunut.
Peribahasa Jawa, berujar bebas “swarga nunut neraka katut”. Makna, sang istri
yang sangat setia pada suami, senang dan susah selalu ikut. Istri tidak hanya
mengikuti kebahagiaan suami, tetapi juga mengikuti kesusahan yang sedang
dihadapi. Peribahasa ini diperuntukkan untuk istri yang setia terhadap suami,
baik dalam keadaan senang maupun susah. Wanita karier wajib tahu makna
peribahasa ini. Kapan ada kata ‘nurut’.
Padahal ilmu pariwara politik punya slogan “tak kenal maka tak obral kasih
sayang”. Maksud baik, semakin tahu apa dan siapa ybs, memudahkan ambil keputusan.
Semakin orang berakal, pengguna akal sehat, cerdas dalam menentukan pilihan. Tahu
yang dipromokan emas atau loyang. Kendati tampak kemilau dan menyilaukn mata,
belum tentu berlian. Asal jangan menjadi korban iklan ‘ilmu kondom’.[HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar