ke 13 ribu ku kan kembali
Sentimen positif yang tak sengaja
dibangun oleh investor asing, pelaku ekonomi global berdampak nyata pada nilai
tukar Rp. Mata uang Garuda merasa semakin perkasa di angkasa. Merasa kian
menguat di darat. Keamanan terikat daulat mufakat. Netralitas adalah loyalitas.
Daya tarik praktik demokrasi
Nusantara mampu menarik minat (pe)modal luar berbalut pasal penjerat yang memikat.
Di atas kertas, perputaran uang di
tangan rakyat, nyaris tak ada hentinya. Mengikuti jalur, lajur sesuai falsafah
air, ada gula ada semut. Uang logam 500 Rp masih berharga di tangan pengatur
lalu lintas. Lokasinya malah menjadi ajang perebutan.
Skala negara, perputaran uang di
dasar, di pasar rakyat, tak menambah gengsi. Tak menentukan nilai tukar dan
atau ganti presiden. Oleh sebab itu perlu putaran uang arus atas, untuk
mendongkrak wibawa negara. Yang mana, di mana akan mampu menenggelamkan
Nusantara dalam tumpukan ULN.
Negara dan atau badan pemberi
utangan kepada NKRI tak terikat dengan siapa yang sedang memerintah, siapa yang
sedang berkuasa. ”Kerjasama” dengan negara. Modus ini menentukan apakah yang
sedang berkuasa bisa lanjut atau sebaliknya.
Semakin ULN membubung, melambung
akan berbanding lurus dengan masa jabatan, periode presiden. Rahasia umum,
mereka selalu akan mencari mangsa baru. Yang mudah dilakukan komunikasi,
koordinasi, kendali mutu.
Dinamika demokrasi hanya sekedar
memperebutkan kekuasaan yang sama. Bukan membalikkan keadaan. Membuka peluang
(kecuali modus korupsi). Sudah ada kan
politik itu bisnis, bisnis politik. Modal daya juang dan ideliasme ideologi
saja tidak cukup untuk mendirikan sebentuk perusahaan partai politik.
Pesta demokrasi yang penting
sukses, bukan bagaimana setelah itu. Bagaimana jalannya demokrasi selama satu
periode tinggal adu pasal.
Menko Bidang Perekonomian yakin
diri dengan sebut rupiah bisa kembali ke level Rp 13 ribu per dolar AS. Sinyal,
pratanda, tanda-tanda zaman. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar