iso mlaku bareng nanging
ora iso baris
Judul tidak mewakili atau dialamatkan. Berlaku umum atau untuk memperkuat
suatu bedah kasus. Cocok untuk suku bangsa pengguna aktif bahasa dimaksud.
Kejadian perkara bersifat lokal kedaearahan. Diangkat ke derajat nasional, bias
tapi menarik. Moderat untuk menggugah rasa kebangsaan.
Makna, hakikat lema ‘baris’ sedemikian dinamis namun tetap baku. Disidik
dari aspek manapun tetap tak jauh dari arti baris-berbaris. Kontékstual tak terpengaruh beda waktu. Tak
ada koreksi atau keberatan penafsiran. Asas dugaan atau potensi peubah,
menambah koleksi khazanah.
Masyarakat yang dinamis adalah yang siap, sigap, siaga dan selalu melakukan
perubahan peradaban berkemajuan di semua aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara. Landasan keimanan individu masyarakat, berkeimanan sosial bangsa
menjadi perkuatan pondasi réligius.
Satu Barisan dalam tataran dan tatanan reliji, menjadi jawaban tepat.
Sebagai syarat keberhasilan gerakan bangsa dan negara. Bahasa manusia bisa
menterjemahkan bahkan wajib, sebatas mengoptimalkan daya akal, oleh pikir, tata
nalar. Rasa nasionalisme terasa hanya rasa.
Merujuk keharusan umat Islam mempertahankan agamanya dalam barisan yang
teratur, tersurat dan tersirat di (QS Ash Shaff [61] : ayat 4): “Sesungguhnya
Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur
seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”
Surat Ash Shaff terdiri atas 14 ayat termasuk golongan
surat-surat Madaniyyah. Dinamai dengan Ash Shaff, karena pada ayat 4
surat ini terdapat kata Shaffan yang berarti satu barisan. Ayat
ini menerangkan apa yang diridhai Allah sesudah menerangkan apa yang
dimurkai-Nya. Pada ayat 3 diterangkan bahwa Allah murka kepada orang yang hanya
pandai berkata saja tetapi tidak melaksanakan apa yang diucapkannya. Dan pada
ayat 4 diterangkan bahwa Allah menyukai orang yang mempraktekkan apa yang
diucapkannya yaitu orang-orang yang berperang pada jalan Allah dalam satu
barisan.
Berperang pada jalan Allah, bisa pada nuansa perulangan sejarah maupun
menghadapi tantangan. Tantangan dimaksud secara umum sangat terasa terutama
ketika terjadi menerus, masif. Di pihak lain, terjadi proses pendiaman atau
seolah ada restu atau malah terbaca praktik skenario berlapis. Bangsa dan
rakyat Indonesia tetap membutuhkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan
nasional. Gelombang pasang yang menerpa wajah kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara dari segala arah.
Keberagaman, keanekaragaman, kemajemukan tepatnya kebhinnekaan (pluralitas)
atas dasar etnis, religi (agama/keyakinan) dan linguistik (bahasa) menjadi PR
besar bangsa.
Praktik persatuan, kesatuan, keutuhan nasional sudah diwujudkan secara
harian di akar rumput. Mereka mampu hidup dalam kemajemukan dan mengelolanya
dengan arif dan bijak.
Walhasil, asumsi sejarah kian membuktikan bahwa kelompok minoritas di NKRI
bukan yang lemah, miskin, bodoh. Kalah jumlah tapi menang kaya, kuat, kuasa.
Minimal dengan faktor kaya finansial, kuat keuangan, kuasa ekonomi mampu
menjadikan anak bangsa pribumi, kaum bumiputera, putra-putri asal daerah ini
menjadi apa saja.
Kelompok minoritas dimaksud semakin menunjukkan jati dirinya sebagai
komponen bangsa yang mendominasi tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
bernegara. Merahnya sang Merah-Putih menjadi semakin merah.
Berjejalnya partai politik, berjubelnya organisasi kemasyarakatan, pergerakkan
semu menyibukkan agenda kerja penyelenggara negara. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar