Halaman

Rabu, 19 Desember 2018

iso mlaku bareng nanging ora iso baris


iso mlaku bareng nanging ora iso baris

Judul tidak mewakili atau dialamatkan. Berlaku umum atau untuk memperkuat suatu bedah kasus. Cocok untuk suku bangsa pengguna aktif bahasa dimaksud. Kejadian perkara bersifat lokal kedaearahan. Diangkat ke derajat nasional, bias tapi menarik. Moderat untuk menggugah rasa kebangsaan.

Makna, hakikat lema ‘baris’ sedemikian dinamis namun tetap baku. Disidik dari aspek manapun tetap tak jauh dari arti baris-berbaris. Kontékstual tak terpengaruh beda waktu. Tak ada koreksi atau keberatan penafsiran. Asas dugaan atau potensi peubah, menambah koleksi khazanah.

Masyarakat yang dinamis adalah yang siap, sigap, siaga dan selalu melakukan perubahan peradaban berkemajuan di semua aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Landasan keimanan individu masyarakat, berkeimanan sosial bangsa menjadi perkuatan pondasi réligius.

Satu Barisan dalam tataran dan tatanan reliji, menjadi jawaban tepat. Sebagai syarat keberhasilan gerakan bangsa dan negara. Bahasa manusia bisa menterjemahkan bahkan wajib, sebatas mengoptimalkan daya akal, oleh pikir, tata nalar. Rasa nasionalisme terasa hanya rasa.

Merujuk keharusan umat Islam mempertahankan agamanya dalam barisan yang teratur, tersurat dan tersirat di (QS Ash Shaff [61]  : ayat 4): “Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”

Surat Ash Shaff terdiri atas 14 ayat termasuk golongan surat-surat Madaniyyah. Dinamai dengan Ash Shaff, karena pada ayat 4 surat ini terdapat kata Shaffan yang berarti satu barisan. Ayat ini menerangkan apa yang diridhai Allah sesudah menerangkan apa yang dimurkai-Nya. Pada ayat 3 diterangkan bahwa Allah murka kepada orang yang hanya pandai berkata saja tetapi tidak melaksanakan apa yang diucapkannya. Dan pada ayat 4 diterangkan bahwa Allah menyukai orang yang mempraktekkan apa yang diucapkannya yaitu orang-orang yang berperang pada jalan Allah dalam satu barisan.

Berperang pada jalan Allah, bisa pada nuansa perulangan sejarah maupun menghadapi tantangan. Tantangan dimaksud secara umum sangat terasa terutama ketika terjadi menerus, masif. Di pihak lain, terjadi proses pendiaman atau seolah ada restu atau malah terbaca praktik skenario berlapis. Bangsa dan rakyat Indonesia tetap membutuhkan kebersamaan, persatuan dan kesatuan nasional. Gelombang pasang yang menerpa wajah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara dari segala arah.  

Keberagaman, keanekaragaman, kemajemukan tepatnya kebhinnekaan (pluralitas) atas dasar etnis, religi (agama/keyakinan) dan linguistik (bahasa) menjadi PR besar bangsa.

Praktik persatuan, kesatuan, keutuhan nasional sudah diwujudkan secara harian di akar rumput. Mereka mampu hidup dalam kemajemukan dan mengelolanya dengan arif dan bijak.

Walhasil, asumsi sejarah kian membuktikan bahwa kelompok minoritas di NKRI bukan yang lemah, miskin, bodoh. Kalah jumlah tapi menang kaya, kuat, kuasa. Minimal dengan faktor kaya finansial, kuat keuangan, kuasa ekonomi mampu menjadikan anak bangsa pribumi, kaum bumiputera, putra-putri asal daerah ini menjadi apa saja.

Kelompok minoritas dimaksud semakin menunjukkan jati dirinya sebagai komponen bangsa yang mendominasi tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara. Merahnya sang Merah-Putih menjadi semakin merah.

Berjejalnya partai politik, berjubelnya organisasi kemasyarakatan, pergerakkan semu menyibukkan agenda kerja penyelenggara negara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar