Halaman

Sabtu, 22 Desember 2018

kalau sudah jelas jangan diperjelas lagi

kalau sudah jelas jangan diperjelas lagi

Tak ada nistanya di panggung, industri, syahwat politik Nusantara, manusia politik melakukan aksi apa adanya. Adanya apa. Buka ada maunya atau maunya ada. Olah pikir, aksi tindak, ungkap tutur berbasis menu jujur. Bahasa politisnya, mengedepankan kata hati, mengutamakan hati nurani, memenuhi panggilan jiwa.

Demikianlah adanya. Demi kesejahteraan, kemslahatan, kemanfaatan rakyat. Para penyelenggara negara yang dipilih liwat pemilu legislatif, pilkada, pilpres wajib jujur diri. Dialog, diskusi, debat memikirkan nasib rakyat, sah-sah saja sampai “berdarah-darah”. Kucuran keringat terakhir.

Karakter kamus dan bahasa politik. Bumbu diplomasi politik. Basa-basi atau modus tahu sama tahu. Rahasia umum. Efek domino biaya politik menentukan kinerja. Secara individu, oknum penyelengaara dimakusd, berhak mempunyai rencana pribadi.

Korupsi masih menjadi lagu wajib. Malah bisa jadi syarat untuk mau maju ke periode selanjutnya. Atau naik klas, ke wakil rakyat provinsi. Turun derajat, maju sebagai wakil kepala daerah. Kejadian masih dan selalu akan terjadi. Silahkan pembaca senyum simpul penuh arti.

Betapa penguasa segala tingkatan, ketika menghadapi terpaan kritik. Sigap elak tangkis dengan segala watak aslinya. Kian kentara jika ada pihak tertentu melakukan pembelaan dengan suka rela. Contoh. Sebutan negarawan datangnya dari pihak lawan. Bukan dari kawanan atau oknum loyalis, pengikut, penggemar maupun pendérék setia.

Nyaris miris binti tragis. Gagah dan garangnya penguasa menghadapi rakyat pemilih. Bukan buatan. Sulit diuraikan dengan tatakata. Sulit dikatakan dengan bahasa lisan apalagai bahasa tulis.

Kian kasus skala nasional dipelintir. Bahasa langit buka suara. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar