cerdas pelantas, di bahu jalan vs di belakang truk
Namanya jalan bebas hambatan. Kian
bebas hambatan untuk tancap gas, kian tambah jebakan. Siapa yang bangun, siapa
yang dapat untung finasial. Gardu tol diminimalisir. Berkat jasa e-toll,
pengemudi tak merasa keluarkan uang saat buka palang otomatis.
Jelasnya. Aneka kejadian lucu tak
lucu, tak dapat dikisahkan. Karena tak akan pernah selesai. Kejadian kemarin
dinarasikan, langsung basi. Kalah lucu dengan lelucon hari ini. bukan karena
substansi baru. Banyak orang mentertawakan kebodohan diri sendiri. Pelengkap
kebodohan semakin tampak cerdas bodohnya.
Jadi, sesama orang bodoh jangan
saling mencerdaskan. Dirjen Bina Marga yang pertama (1808-1811), sebut saja Herman
Willem Daendels berstatus utusan khusus Louis Napoleon. Pengorbanan nilai
kemanusiaan bangsa Nusantara, tak seimbang dengan kinerja pembangunan
monumental yang menjadi tetengernya, yaitu
jalan Anyer-Panarukan atau Jalan Raya Pos yang panjangnya mencapai nyaris seribu
kilometer.
Pengorbanan pekerja bangsa
Nusantara tak akan sia-sia bagi pembangunan nasional. Peletak dasar bagi
pembangunan infrastruktur jalan di NKRI. Titik perhatian pulau Jawa bukan
karena diramalkan akan sebagai lokasi ibukota negara. Ujung timur dan ujung
barat NKRI jadi mencari perhatian. Berulah atau menjadi perpanjangan tangan
pihak.
Memanfaatkan kondisi peninggalan
penjajah, muncul jalan tol. Akankah semacam ada tumbal politik. Bingung untuk
mengatakan apa adanya. Karena memang tak ada. Di sela-sela fakta sejarah selalu
ada secercah adab berbangsa. Di jalanan, anak bangsa Nusantara dibenturkan pada
kondisi tanpa pilihan. Mau cepat main salip di lajur ‘jebakan’ tapi penuh
resiko. Atau merasa nyaman di belakang penguasa yang tampak garang. Namun bak ‘bom
waktu berjalan’.
Akhir cerita masih dalam benak . .
. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar