Halaman

Senin, 17 Desember 2018

cerdas pelantas, di bahu jalan vs di belakang truk


cerdas pelantas, di bahu jalan vs di belakang truk

Namanya jalan bebas hambatan. Kian bebas hambatan untuk tancap gas, kian tambah jebakan. Siapa yang bangun, siapa yang dapat untung finasial. Gardu tol diminimalisir. Berkat jasa e-toll, pengemudi tak merasa keluarkan uang saat buka palang otomatis.

Jelasnya. Aneka kejadian lucu tak lucu, tak dapat dikisahkan. Karena tak akan pernah selesai. Kejadian kemarin dinarasikan, langsung basi. Kalah lucu dengan lelucon hari ini. bukan karena substansi baru. Banyak orang mentertawakan kebodohan diri sendiri. Pelengkap kebodohan semakin tampak cerdas bodohnya.

Jadi, sesama orang bodoh jangan saling mencerdaskan. Dirjen Bina Marga yang pertama (1808-1811), sebut saja Herman Willem Daendels berstatus utusan khusus Louis Napoleon. Pengorbanan nilai kemanusiaan bangsa Nusantara, tak seimbang dengan kinerja pembangunan monumental yang menjadi  tetengernya, yaitu jalan Anyer-Panarukan atau Jalan Raya Pos yang panjangnya mencapai nyaris seribu kilometer.

Pengorbanan pekerja bangsa Nusantara tak akan sia-sia bagi pembangunan nasional. Peletak dasar bagi pembangunan infrastruktur jalan di NKRI. Titik perhatian pulau Jawa bukan karena diramalkan akan sebagai lokasi ibukota negara. Ujung timur dan ujung barat NKRI jadi mencari perhatian. Berulah atau menjadi perpanjangan tangan pihak.

Memanfaatkan kondisi peninggalan penjajah, muncul jalan tol. Akankah semacam ada tumbal politik. Bingung untuk mengatakan apa adanya. Karena memang tak ada. Di sela-sela fakta sejarah selalu ada secercah adab berbangsa. Di jalanan, anak bangsa Nusantara dibenturkan pada kondisi tanpa pilihan. Mau cepat main salip di lajur ‘jebakan’ tapi penuh resiko. Atau merasa nyaman di belakang penguasa yang tampak garang. Namun bak ‘bom waktu berjalan’.

Akhir cerita masih dalam benak . . .   [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar