menggantang asap makmur,
apalagi menggantung usap
Bahasa boleh sama, namun dialék tidak harus sama. Logat
bisa dibuat mirip, seni lawak kocok perut. Aksén mirip juragan namun mental
tetap jongos. Katak hendak jadi lembu, bisa terjadi di industri politik
Nusantara, seni kocak lidah.
Orang sufi berdoa, agar Allah swt melancarkan,
memudahkan segala urusan hari ini. Besok bukan hak manusia. Lihat besok apa
yang akan terjadi. Doa melibatkan daya sinergi berbahasa yang benar dan baik. Bukan
tak peduli akan hari esok yang lenih baik daripada hari ini.
Manusia politik yang berhasil jadi lembu jika
memikirkan hari esok tak akan korup. Masuk kubangan biaya politik versi KKN,
mau tak mau, harus rajin merawat wajah sendiri. Argo politik berdetak, memacu
dan memicu sistem ketahanan mental. Karena moral sudah lama ditinggalkan,
ditanggalkan. Juga tidak. Wajib ikut kata oknum ketua umum partai.
Pesta demokrasi ala Nusantara bak kocok nasib. Tak heran
jika efek dominonya menembus batas waktu periodenya. Semboyan ACI utawa Aku
Cinta Indonesia, bentuk format nasionalisme berupa pakailah produk bangsa
sendiri. Menjadi catatan sejarah. Terbawa arus globalisasi, menjadikan anak
bangsa pribumi merasa asing, aneh di negeri sendiri.
Semakin penguasa berbahasa gaya bebas, tanpa batas.
Lantas siapa yang selalu sedia payung sebelum terik rintik. Berakhir dengan
tepuk jidat ramai-ramai. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar