Halaman

Minggu, 02 Desember 2018

menggantang asap makmur, apalagi menggantung usap


menggantang asap makmur, apalagi menggantung usap

Bahasa boleh sama, namun dialék tidak harus sama. Logat bisa dibuat mirip, seni lawak kocok perut. Aksén mirip juragan namun mental tetap jongos. Katak hendak jadi lembu, bisa terjadi di industri politik Nusantara, seni kocak lidah.

Orang sufi berdoa, agar Allah swt melancarkan, memudahkan segala urusan hari ini. Besok bukan hak manusia. Lihat besok apa yang akan terjadi. Doa melibatkan daya sinergi berbahasa yang benar dan baik. Bukan tak peduli akan hari esok yang lenih baik daripada hari ini.

Manusia politik yang berhasil jadi lembu jika memikirkan hari esok tak akan korup. Masuk kubangan biaya politik versi KKN, mau tak mau, harus rajin merawat wajah sendiri. Argo politik berdetak, memacu dan memicu sistem ketahanan mental. Karena moral sudah lama ditinggalkan, ditanggalkan. Juga tidak. Wajib ikut kata oknum ketua umum partai.

Pesta demokrasi ala Nusantara bak kocok nasib. Tak heran jika efek dominonya menembus batas waktu periodenya. Semboyan ACI utawa Aku Cinta Indonesia, bentuk format nasionalisme berupa pakailah produk bangsa sendiri. Menjadi catatan sejarah. Terbawa arus globalisasi, menjadikan anak bangsa pribumi merasa asing, aneh di negeri sendiri.

Semakin penguasa berbahasa gaya bebas, tanpa batas. Lantas siapa yang selalu sedia payung sebelum terik rintik. Berakhir dengan tepuk jidat ramai-ramai. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar