pesta
demokrasi dan pemberdayaan (penyelenggara) negara
Dilematika, dikotomis antara sumber daya ideologi
dengan sumber daya pengguna ideologi. Prémis sederhana cukup bikin geleng
kepala. Industri politik Nusantara di
era reformasi berbahan baku impor secara gamblang. Bencana politik mengarah
penyalahguna politik sudah masuk kategori wajib rehabilitasi.
Penyandang masalah politik tidak pandang warna bulu,
jenis ukuran kelamin maupun golongan darah. Gejala klinis tampak di bahasa jiwa
dan bahasa raganya. Miris, masyarakat terdampak tak kenal batas daya akademis. Gelar
akademis atau profesi berbasis daya otak, mudah terkontaminasi.
Perubahan orientasi nilai dan sikap dalam peta
politik karena aneka faktor, khususnya perilaku elit partai. Sudah saatnya
disusun standar nilai dan norma yang arif dan bijak atau kode etik menggunakan
politik.
Aneka perubahan alam pikiran didominasi cenderung hedonistis
(berorientasi pada meraih nikmat dunia) yang memanjakan budaya inderawi
(kebudayaan duniawi yang sekular). Terasa kurang menggigit, akhirnya ramuan
ajaib revolusi mental dioplos dengan pragmatis (berorientasi pada nilai-guna
semata) dan materialistis (berorientasi pada kepentingan materi semata).
Kian berulahnya penyelenggara dari unsur parpol atau
pejabat yang terdampak politik balas jasa, balas budi sekaligus politik balas
dendam. NKRI kian krisis praktik keteladanan yang baik (uswah hasanah). [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar