Halaman

Senin, 03 Desember 2018

révitalisasi moral Pancasila, daur ulang vs isi ulang


révitalisasi moral Pancasila, daur ulang vs isi ulang

Struktur piramida bentuk dan praktik demokrasi di NKRI, tak akan lepas dari efek domino. Rakyat menerima beban merata, tepatnya sebagai pendukung total, loyal NKRI. Kapasitas provinsi, demografi dan sebaran populasi, negara kepulauan, géopolitik, menjadi beban dinamis.

Setiap pemerintah atau presiden dengan laku politik yang tipikal. Betapa pihak yang semakin jauh dari rakyat, akan berbanding lurus dengan lunturnya nilai-nilai Pancasila. Terasa di bagian puncak piramida atau pada kelompok (hirarki rakyat, klas masyarakat, kasta penduduk, kategori keluarga, strata sosial, atau klasifikasi warga negara) atas ke puncak.

Daya rekat Pancasila masih ada di kehidupan sehari-hari rakyat. Belum terpapar, tercemar, terkontaminasi kuman (partai) politik. Di lain pasal, ternyata daya retak Pancasila menjadi hak milik penguasa, pejabat, penyelenggara negara di semua tingkatan dan lini.

Menghidupkan kembali nilai dan tafsir Pancasila, cukup dengan mengisi ulang energi, emosi rakyat. Menjaga stabilitas dan daya tahan rakyat. Kalau rakyat membludak nasib kurang beruntungnya, termarginalkan secara sistematis, formal, menerus, sejarah kebangkitan akan berulang.  
  
Daur ulang Pancasila ke penguasa.  Karakter penyelenggara negara yang berifat jaga jarak dengan fakta, atau alergi dengan kritik, butuh menu khusus Pancasila buat penguasa. Tak salah, kalau Pancasila didudukan, diposisikan secara formal kenegaraan. Bukan sekedar alih  wacana atau sebagai syarat administrasi. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar