Halaman

Selasa, 11 Desember 2018

méntal radikal kawanan penguasa, khafilah tak berlalu tetap menggonggong


méntal radikal kawanan penguasa, khafilah tak berlalu tetap menggonggong

Indonesia suka sama suka, hasil tetap jeblok. Skenario paling jempolan dan sudah teruji, tak mampu menembus batas waktu. Digenjot tenaga dalam maupun tenaga luar, memang sebegitunya. Ramuan ajaib disangsikan menjadi alat buka aib.

Faktor sumber daya bawaan (endowment) yang dimililki tiap manusia Indonesia tak seimbang dengan program/kegiatan pembangunan manusia. Kendati alokasi anggaran untuk kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial terus digenjot, anak bangsa pribumi totok tetap tak bergeming dari posisinya.

Cita-cita pendiri bangsa ini: menjadi bangsa pemenang. Dirintis dengan manusia Indonesia wajib punya amalan Pancasila. Mulai sila pertama sampai ke sila kelima. Kemudian daripada itu, balik dari sila kelima meluncur ke sila pertama. Dibuktikan dengan sertifikat berjenjang sesuai tingkat kebahagian masyarakat Indonesia.

Indeks Kebahagiaan Masyarakat Indonesia ini disusun oleh tiga dimensi yaitu Kepuasan Hidup, Perasaan dan Makna Hidup.

Penelitian di bidang psikologi kognitif maupun psikolinguistik membuktikan bahwa berpikir kritis bisa dilatih, pada orang yang sudah dewasa sekalipun. Ironis binti miris jika manusia Indonesia yang katanya unggul.  Sejak dalam kandungan sampai tumbuh mandiri, krisis daya kritis.

Aneka elemen berpikir kritis yang dijadikan acuan umum adalah memahami pengertian praduga, memahami praduga, menilai kebenaran suatu praduga, jenis-jenis kesalahan berpikir, dan jenis argumen.

Kemanfaatan budaya  "Berpikir Kritis" walau tertatih-taih diyakini akan mengasah daya  kritis. Daya baca anak bangsa pribumi, tergantung melek teknologi. Tolok ukur utama  pada kemampuan menganalisa tulisan dan kemampuan membuat tulisan argumentatif. Fakta yang ada malah menjadi barang langka.

Modal terpenting dalam pemerataan pembangunan adalah manusia yang berbudaya, yang memiliki akal budi serta berkomitmen pada tata nilai kebaikan bersama. Terasa kian melangkakan bangsa berdaya kritis.

Sensitivitas anak bangsa cenderung memmaki pola sumbu pendek. Olahkata saya bertajuk “pendidikan politik Nusantara, daya dong rendah vs telat mikir”, menjadi jawaban.

Karakter lokal manusia dengan daya pikir, olah nalar, asah logika yang dominan bermetoda glass box, adalah daya responsifnya bersifat spontan. Tanpa pikir panjang atau tanpa proses otak dan hati.

Singkat kata, bijak belanja adalah membeli yang dibutuhkan, diperlukan dan sesuai kemampuan daya belanja. Bukan daya beli. [HaéN]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar