profil manusia politik Nusantara, tampang kriminal vs wajah sangar
Tak perlu dukungan data, fakta maupun bukti otentik, original. Bukan asumsi
historis. Agar tak salah penafsiran, coba simak media layar kaca dan atau media
cetak. Sampai tingkat petugas partai dengan segala gaya ujar dan olah laku. Khususnya
pada acara, adegan, atraksi siaran langsung diskusi, dialog, debat.
Pemirsa layar kaca bisa terhibur getir. Pindah saluran ke film animasi. Kepepetnya
terpaksa dengar promo produk barang tak jelas. Selingan acara banyolan oleh
tukang kocok perut. Acara masak cukup melegakan selera.
Tampilan sosok dimaksud, tak pandang jenis bulu dan sillsilah. Pemain watak
jelas kalah klas. Antara akting dengan spontanitas, masuk daerah abu-abu. Tampil
sendirian atau dipagar betis, penuh gaya dan lagak natural. Tak dibuat-buat. Apa
adanya, memang begitu orangnya.
Lebih mendekati ke adegan jalanan yang tak kenal basa-basi. Bahasa yang
diucap lisan, seolah tanpa kontrol, kendali, koordinasi. Bebas aktif meluncur. Masih
bagus ada titik dan atau koma. Suhu politik mengarahkan mereka ke alam hukum
rimba. Jelas dan jelas, siapa memang sedang menjadi apa. Tak perlu pura-pura
atau malu-malu kucing. Yang masih punya adab, mulanya jinak-jinak merpati.
Maka dari itu, karakter dasar, watak tokoh-tokoh di dunia wayang kalah
pamor dengan kejadian nyata di panggung politik. [HaéN]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar